“Bangsat!” Aku bukan memaki Ronal, tetapi ini hanya responsku dengan keadaan yang tidak bisa kukendalikan seperti ini. Pandanganku masih tertuju ke Ronal yang terlihat merasa bersalah. “Keluar dari rumah ini dan pertanggung jawabkan apa yang sudah lu lakuin.”
Kevin dan aku menyeret Ronal dengan memegang lengannya. Kami harus segera ke bawah, memastikan keadaan Dian dan Vinola serta jasad Rio dan jasad Nordi yang sudah dipindahkan di kamar bawah.
“Harian! Kevin! JR!” suara teriakan Vinola membuat kami bergerak lebih cepat.
Di bagian samping rumah, asap hitam mengepul bersamaan dengan kobaran api yang mulai merambat ke ruang tengah.
“Pintunya masih nggak bisa dibuka,” kata Dian. Mereka ternyata sudah mengeluarkan jasad Nordi dan jasad Rio ke lorong dapur memakai tandu.
“Kuncinya mana, Nal?” tanya Kevin dengan buru-buru.
“Gue nggak tahu. Orang itu yang mengontrol semua pintu di sini.”
Aku mengumpat. Begitu juga dengan Kevin.
“Masa lu nggak tahu, sih, Nal?” Vinola kesal, sampai-sampai dia memecahkan gelas yang ada di meja dapur.
JR berlari ke arah dapur, mengambil besi panjang yang dipakainya semalam memukul pundakku. Kali ini besi itu dia pakai untuk menghajar gagang pintu, tetapi itu tidak berhasil. Aku mengambil palu dan Kevin memakai kaki kosongnya untuk mendobrak pintu. Di saat yang sama, dentuman bom terdengar keras dari arah samping kiri rumah. Beton rumah ini memang belum goyah, tetapi ledakan bom menghasilkan sengatan api yang menyambar aliran listrik. Kobaran api pun terjadi di dua titik, mengepung kami yang berada di belakang rumah.
“Ronal, lu kenapa hanya diam di situ?!” Kevin memaki. “Lu mau mati?! Lu nggak mau pertanggung jawabkan ini semua?! Taik!”
Ronal tetap saja diam. Aku memahami bagaimana perasaannya sekarang. Dia punya alasan melindungi ibunya. Namun apa pun alasannya, membunuh temannya sendiri bukanlah perbuatan yang benar. Biarlah dia berdiam diri begitu, karena setiap apa yang dia lakukan selalu ada penyesalan yang akan menyalahkannya.
Aku, JR, Kevin terus berusaha mencari jalan keluar. Kami menghantam kaca-kaca jendela ini. Dian dan Vinola pun ikut membantu.
“Sialan!” teriak Kevin. “Woy, kita sudah dapat pelakunya, Bangsat! Buka pintunya sekarang!”
“Percuma. Kita semua akan mati di sini.” Ronal akhirnya berbicara. Gerakannya cepat, dia ingin lari ke kobaran api tetapi beruntung aku masih bisa menahannya.
“Lu mau ke mana, Anjing?!”