Cahaya menyilaukan dan suara deruman motor membuat mataku terbuka, walaupun tak sepenuhnya terbuka. Sesosok laki-laki turun dari atas motor, badannya tinggi dan tegap memakai jaket berwarna hitam bercampur putih. Wajahnya tidak terlalu terlihat karena gelap malam yang menyelimuti. Badanku terasa dingin menggigil, luka-luka sudah tak terasa lagi. Apakah ini ambang sakaratul mautku?
Terjadi percakapan diantara mereka, namun tak terlalu kentara. Sampai pada akhirnya laki-laki yang menyeretku melepaskanku dan menyerangnya.
Tiga lawan satu sepertinya tak seimbang. Namun yang terjadi benturan-benturan berimbangan.
Pukulan dan tangkisan mampu dilakukan walaupun ia dikeroyok tiga orang. Tapi sehebat-hebatnya seseorang, jika harus di keroyok pasti akan kalah juga.
Beberapa kali ketiga laki-laki itu menyerang dengan amarah. Hingga membuatnya muntah darah. "Sepertinya aku harus mulai serius," kata laki-laki itu kepada ketiga orang lainnya.
"Terlalu sombong kau anak muda, sepertinya kau mau cepat mati..!" Kata laki laki yang paling sembari mengeluarkan parang panjangnya.
"Kau pikir aku takut," jawabnya.
Mendengar hal tersebut, kedua temannya mengeluarkan badik dari balik bajunya.
Demgan membabi buta ketiga laki laki tersebut mengayunkan senjatanya. Berulang kali, sabetan senjata tajam merobek jaket putih laki-laki itu. Mengeluarkan darah segar.
"Kalau kau mau hidup, lebih baik kau kabur saja dari sini," salah seorang laki laki yang membawa senjata tajam.
Laki-laki yang menyeretku memukulkan ujung pegangan parangnya kepada temannya, "Bodoh... harusnya dia mati, bukan dibiarkan kabur."
Susuatu mengucur deras dari kepala laki laki yang dipukul dengan ujung pegangan parang, "Maaf bos... maaf bos..!!"
Saat mereka lengah, dengan secepat kilat laki-laki berjaket putih itu melumpuhkan satu demi satu ketiga laki-laki tersebut. Karena merasa tidak beruntung, mereka bertiga lari tunggang langgang.
Laki-laki berjaket putih itu langsung menghampiri dan memeriksa keadaanku. Sepertinya ia menyadari bahwa keadaanku kritis. Ia langsung membopongku, sayup-sayup mata ini tak sanggup terbuka. Wajahnya yang putih bersih, terlihat samar dimataku. Bulir-bulir airmata ini tak terbendung. Teriakannya yang lembuh seperti meninakbobokanku.
"Hey... hey... Sadarlah...!"
"Sadarlah...!"
"Sadarlah...!"