Hari ini terasa sangat melelahkan bagiku, bagaimana tidak! Selain padatnya mata pelajaran, organisasi ekstra dan intra sekolah menuntut semua siswanya untuk aktif di dalamnya. Selain aktif di OSIS, saya juga aktif di beberapa organisasi ada di sekolah.
"Andini, aku pulang duluan ya!" Kata Dewi salah satu teman baikku sembari melambaikan tangan. "Dan pulangnya jangan malam-malam ya!"
"OK... hati hati di jalan!" Sahutku.
Kadang aku merasa iri dengan Dewi karena dapat meluangkan waktu untuk kedua orangtuanya. Beda sekali denganku, setiap kali pulang yang aku dapati hanya bi Ina, wanita separuh baya yang mengurusku sejak kecil.
Ayahku adalah seorang anggota TNI yang selalu tugas di luar kota. Sementara itu, ibuku adalah wanita karier yang juga jarang pulang. Makanya aku lebih betah di sekolah dibanding di rumah. Itupun kalau di rumah, hanya bibi Ina yang selalu menemani.
"Wah sudah gelap ni!" Gumanku dalam hati saat keluar dari ruang OSIS. Pekerjaan sebagai sekretaris OSIS sangat rumit bagiku, apalagi ini jabatan pertamaku sejak aku sekolah di Madrasah Aliyah. alaah soker (sok keren) sekali aku.
Aku berjalan gontai karena setengah lebih energi habis untuk kegiatan hari ini.
"Baru pulang Din...!" Dari kejauhan Frendy Felix menyapaku. Dia anak futsal, yang setiap hari sok akrab denganku. Sepertinya dia suka padaku, ataukah ini hanya perasaan ke-gr-anku saja. Bisa jadi seperti itu!
Sekedar basa-basi untuk menghargainya, kubalas sapaannya, "Iya nich...!"
Tukan dia mendekat, ini ni yang tidak aku suka. Kalau tidak dibalas sapaannya, nanti dikatakan sombong. Kalau dibalas, dia pasti mendekat ngajak ngobrol terus terusan. Apalagi hampir setiap pagi, siang, sore menjelang dia selalu mencari kesempatan untuk menyapaku.
Satu hal yang membuatku tidak nyaman dekat dengannya adalah bau badanya yang burket. Serasa ingin muntah berkali-kali. Aduh dia semakin mendekat, kupercepat langkah kakiku. Dia malah semakin mengejar, tiba-tiba "Darrr" suara-suara tembakan memekakkan telinga, dan suara motor berkejar kejaran di depan sekolah. Aku langsung duduk jongkok memegang kedua telinga. Ketika aku berdiri, Frendy sudah lenyap.