Salam Senyum Nestapa

MW saja
Chapter #6

CHAPTER 6

Pagi kini telah menampakkan muka. Dihadapan sebuah pemandangan sawah yang terbentang luas tepat di depan kontrakan yang secara resmi menjadi rumah kami berdua untuk sesaat. Burung kuntul putih bersih nan suci beterbangan melintasi hijau sawah dengan cahaya menyilaukan dengan siluet yang terbentang di belakangnya. Menjadikan hari pertama untuk rumah baru serasa nyaman dan hangat di rasakan.

Motor butut baru yang di beli dari seorang sahabat kakek berpenampilan 90’ an telah terpampang gagah di depan rumah. Suara bising dengan nada khas barang antik megiringi pagi dengan segumpal harapan baru oleh hari dan suasana yang baru pula.

Sepotong roti dan segelas air mineral menemani pagi ini. Dengan santap sarapan bersama dengan kakek yang aku suapi serupa dengan makanan di mulutku. Terlihat lemas gemulai dengan menyembunyikan kesedihannya entah tentang apa tapi yang jelas salah satunya tentang rumah dari anak kesayangannya yang telah terlebih dahulu tanpa pamit meninggalkannya.

Sedemikian terpukul mungkin dengan peninggalan yang telah aku jual pula demi keberlangsungan kakek dan sebuah harapan baru bagi kami berdua. Senyumnya masih terasa hangat dengan sebuah lekukan bibir merah keriput pucat yang terpampang dari wajah pria berumur itu.

“tok…..tok…..tok….”suara ketukan pintu. Aku menghampiri dan berusaha menyapa siapa yang saat pagi ini sudah menyambangi mereka.

Meyra ternyata telah berada di sana dengan beberapa buah bingkisan di tangan kanan dan kirinya. Baju kemeja dengan celana longgar terpasangkan pada dirinya sambil berdiri termenung melihat ku telah membuka pintu. Seharusnya memang dia tidak terkejut melihat ku yang memang sudah berpamitan untuk pindah di kontrakan yang di kelola oleh ibunya. Beberapa obrolan singkat di depan dan sambil mempersilahkan masuk untuk ikut menyantap sebilah sarapan yang alakadarnya dari keluarga yang sedikit mulai harmonis meninggalkan masa lalu kelam.

Sengaja aku undang Meyra karena tak mungkin diriku meninggalkan seorang pria paruh baya sendiri di rumah tua bisa melakukan apapun yang ia kehendaki sendiri.setelah beberapa helai roti tawar oleskan selai nanas masuk kedalam perutku untuk di proses menjadi tenaga memulai aktivitas pagi ini.

Perjalanan ku bersama motor yang ku nama Bet dimulai, perjalanan di mulai menuju kesembuhan tempat yang disarankan oleh Meyra. Sebuah tepat camp pertama suatu rute pendakian di sebuah gunung yang ada di dekat kontrakan baru kami. Camp sulung namanya. Di mana tempat para pendaki menyiapkan dan tempat terakhir untuk memastikan barang yang merak bawa sudah lengkap. Camp itu juga merupakan tempat terakhir bagi sebuah mesin memasuki hutan dan tanda awal sebuah perjalanan untuk mencapai suatu tujuan.

Lihat selengkapnya