Deru sepi terlihat di camp, hanya ada beberapa orang termasuk Asep yang bertugas menggantikan bung Rahmat. ia menyambut kami kami berdua. Memberi tempat istirahat dan membuatkan beberapa makanan yang Nampak enak buat di makan. Beberapa hal terpikir ketikan menghadapkan pada sebuah pertanyaan yang menanyakan sebuah kejelasan seorang Mawar dari Asep.
“ia wanita nekad yang kita cari mulai kemarin.” Jawab diriku pada Asep yang terlihat mulai kebingungan dengan keadaan dan penampilan ku.
Sinar mentari kian suram dari balik pepohonan. Bola cahaya pun mulai menghilangkan bentuknya. Tenggelam dari balik bukit yang menjulang. Burung mulai beterbangan kembali kerumah mencari kehangatan. Kemudian malam datang dengan angin dingin yang setia menemainya. Beberapa pakaian hangat telah aku kenakan dan perban juga telah membalut beberapa luka yang timbul di kaki. Mawar mengenakan jaket pemberian Asep dan berdiri diam di hadapan pintu pondok. Memandang ke atas dengan tanpa bersuara. Menghirup udara dan kemudian membuangnya kembali.
Tak berapa lama rombongan bung Rahmat datang,setelah menerima informasi dari Asep yang menghubunginya jika diriku sudah ada di camp dalam keadaan selamat. Air mata jatuh dari bung Rahmat mendekat dan kemudian memeluk erat. Tak banyak yang ia katakan hanya bersyukur dengan keadaanku yang masih sehat. Menahan sakit karena di tindih oleh lengan tangan bung Rahmat menghantam kakiku yang mengkak. Hingga tak tertahan kembali dan meronta. Menjelaskan sebentar dan menyesali perbuatannya.