“Ini tas rajut pesanan kamu.” Aku menyerahkan tas rajut yang terbungkus kertas kado kepada Shinta.
“Baru mau aku tanyain, eh sudah dikasih duluan. Thanks ya, Min.” Perhatian Shinta kini berpindah ke barang yang kubawa.
“Aduh, Min, kok repot-repot banget sih pakai dibungkus segala? Sayang tahu, nantinya juga dibuka. Lagian kayak sama siapa aja sih kamu, Min.”
“Gak apa-apa. Toh, aku udah gak harus kirim lewat kurir. Bisa kasih langsung ke orangnya. Justru kalau teman yang order, harus maksimal dong, sampai bungkusnya juga. Kan istimewa.”
“Btw, kamu udah kirim email ke Bu Sri belum, Min?” tanya Shinta kemudian.
“Oh, tugas minggu kemarin itu ya? Belum, Shin. Aku lupa,” jawabku sambil tersenyum.
“Ini nih kebiasaan, pikun kamu udah akut banget ya, Min? Cepat kirim tugasnya sekarang juga. Tahu sendiri kan, Bu Sri gimana orangnya?” Shinta menghela napas panjang.
“Namanya juga manusia, tempatnya lupa, Shin.” Aku berusaha membela diri.