Hanya ingin meminummu yang dulu
Air muka sejuk sebelum tahu isi hati
Kalau kuulang ruang belajar yang dulu
Tukar mati pun mau
Kletak tiga kali
Langkah bunyi alas kaki
Pun hening berbisik
Siap kita mulai materi
Kelakar masa muda memang limpah
Berjumpalitan ruang sempit
Nyawa renik pun terbahas
Ah, masih muda kita
Siang itu
Rindu di musim paling semi
Pada usia manusia ini
Mana tahu kelak baunya dendam
Mana tahu pahit buahnya
Ah, dulu kitanya saja masih muda
Dua orang yang masih berbincang ini meneruskan langkah-langkah mengitari komplek kota dalam bentuk kuil yang dari langit di atasnya menurut Salindri menunjukkan kalau mereka sudah kesorean untuk masih ada di komplek monumen ini. “Dosen PA-mu Bu Uci, bukan?” Lepas dari segala memori tentang orang yang sekarang telah pergi, Salindri kembali menyambung pembicaraan yang selalu saja menjurus ke kenangan-kenangan perkuliahannya dan Rhanu. Sungguh penuh bunga masa-masa perkuliahan bagi insan dungu ini.
“Bukan. Ngapain ditanya lagi? Waktu itu sudah.”
“Ah, delapan tahun lalu siapa tahu ganti.” Mengaitkan dengan itu Salindri menimpalinya dengan salah satu teori siapa tahu miliknya, “Siapa tahu juga kebiasaan orang Indralaya yang kalau makan model atau tekwan malah pakai saos tomat itu sudah ganti pakai saos mustard, sedangkan sebutan omelet Indomie oleh orang Indralaya buat piza Indomie sudah berubah pula jadi “sumpah mampus ini Indomie, lho!”
“Perkuliahan usai!” Suara Rhanu telak. “Heh, kapan kita ke Ta Prohm?” Sambungnya begitu saja.
Salindri bertanya balik tentang ada keistimewaan apa lagi dalam kuil akar purba itu selain lokasi syuting Jolie, Rhanu bercerita kepada kawan lamanya, tentang sebuah relief batu yang menggambarkan seorang wanita membawa kotak di atas kepalanya sementara seorang pria berlutut di hadapan wanita lain yang berbadan lebih besar. “Diceritakan dalam relief itu, kisah ibu yang melahirkan dibantu dukun wanita tapi kemudian tidak memperlakukan penolongnya dengan hormat, sebagai hukuman dukun yang tersinggung mengutuk wanita itu seumur hidup membawa plasenta anaknya dalam kotak di atas kepala.”
“Lha, si pria yang berlutut tuh ngapain?” Tanya teman Rhanu yang mendengarkan.
“Suami dari istri yang kena kutuk itu.” Beri tahunya dan usai menjelaskan posisi pria dalam relief, Rhanu lantas berpindah alam dan di alam baru itu ia mendapati dirinyalah suami yang berlutut demi pengampunan bagi istrinya. Namun dalam sekejap ia telah kembali, maka diceritakannya lagi ke Salindri bila terdapat relief lain menarik perhatiannya sejauh ini. Letaknya pada tembok utara sebelah dalam dari kuil pusat, di situlah seorang raja tengah duduk bersama istrinya yang lantas karena istrinya ternyata tak setia, seorang pelayan yang ditampilkan di bagian bawah relief membunuhnya dengan cara menginjak-injaknya dengan tapal kuda.