Salvatrice

Billy Yapananda Samudra
Chapter #11

ARC II #3 - Gladi

Hari ini tanggal 19 Desember 2019. Besok adalah hari acara Resital akan diadakan jadi hari ini adalah saatnya gladi. Gue lihat di Auditorium tempat teater gue akan pentas besok sudah ramai oleh anak-anak teater. Kalau latihan bolos kalau mau acara baru muncul, memang kurang ajar, nih, orang-orang.

Karena gue main di apresiasi, jadi gue main di akhir acara setelah pentas perdananya angkatan baru. Sambil menunggu angkatan baru gladi, gue, Ka Shion, dan Ka Wulan mempersiapkan properti-properti yang diperlukan. Saat itu juga semua aktor sudah memakai kostumnya, termasuk gue dan Ka Shion. Gue memakai kemeja putih lengan panjang ditambah vest hitam dan celana panjang hitam, sedangkan Ka Shion memakai gaun berwarna biru gelap senada dengan warna rambutnya.

“Kayanya mejanya terlalu polos, deh.”, komentar Ka Wulan.

“Meja seniman biasanya kotor gitu ga, sih? Banyak tinta tumpah, ada coretan-coretan ga jelas.”, tambah Ka Wulan.

“Mau dikotorin? Gue jago, nih.”, Ka Shion sudah siap-siap mengambil botol tinta dan kuas dari tasnya.

“Iya, dicorat-coret aja gitu.”, jawab Ka Wulan.

“Gue mau corat-coret juga dong.”, kata gue sambil mengambil kuas dari tas gue.

“Nih.”, Ka Shion menyodorkan botol tintanya yang sudah dia buka.

Gue pun dengan suka cita mencelupkan kuas gue ke botol tinta itu. Lalu gue dan Ka Shion pun mulai mencorat-coret meja itu. Ralat. Mencorat-coret kain putih yang ditaruh di atas meja itu. Kita meminjam meja kantin buat properti, jadi mejanya ga boleh kotor sama sekali.

“Ey, ey, ada apaan nih?? Pake-pake kostum gini, ada apaan nih??”, Putra, salah seorang teman seangkatan gue, menghampiri gue dan Ka Shion sambil mengarahkan kamera smartphonenya ke arah gue.

Dia ini dulunya rajin banget latihan, cuman karena pernah ribut dengan salah seorang angkatan gue yang lain pas persiapan acara Pementasan Besar sekarang dia jadi jarang banget ikut latihan. Tapi kalau lagi acara begini dia pasti datang buat bantu-bantu. Dia juga yang dipercaya buat megang akun Instagram teater gue.

“Lo lagi ngesnap, ya?”, tanya gue sambil masih asyik corat-coret.

“Yoi, biar pada tau kalo besok kita ada acara.”, jawab dia.

“Gue ga mau muka gue nongol aja di tuh snapgram.”, kata gue cuek.

“Ya udah, lo aja yang nengok ke sini, Ka.”, dia beralih ke Ka Shion.

Ka Shion menoleh ke arahnya dan memasang muka seolah-olah kaget. Lalu dia kembali sibuk corat-coret meja sama seperti gue.

“Wih, kapan lagi Ka Shion yang tomboy abis pake gaun? Penasaran, kan? Besok dateng ke acara Resital kita. Besok banget, lho!”, kata Putra masih sibuk dengan snapgramnya itu.

“Iya, ya, kapan lagi lo pake gaun kaya gini, Ka.”, gue berkomentar, masih sambil corat-coret tentunya.

“Ini aja gue udah ga betah. Gue ga cocok pake gaun kaya gini dah.”, jawab Ka Shion, sama dengan gue, masih sambil corat-coret.

“Cocok, kok.”, kata gue. Gue sejenak berhenti mencorat-coret dan mengelus rambutnya.

“Wah, maen elus aja lo, Fa. Jangan-jangan lo beneran sayang, nih, sama Shion.”, Ka Wulan tiba-tiba berkomentar padahal daritadi dia lagi asyik main smartphonenya.

“...”, gue terdiam lalu menarik tangan gue dari rambut Ka Shion.

Otak gue baru mulai memproses yang sudah gue lakukan tadi. Tadi itu gue ngelus rambutnya Ka Shion. Ngelus?! Gue mikir apaan ngelus-ngelus rambutnya Ka Shion? Hm... Tadi itu gue ga mikir, spontan saja tangan gue bergerak buat ngelus rambut Ka Shion.

“Wah, wah, Fa, gue baru tau lo suka sama Ka Shion.”, Putra yang masih di sini ikut-ikutan berkomentar.

Ka Wulan dan Putra tertawa senang sementara gue masih terdiam.

“Dih, seneng banget dah lo.”, kata Ka Shion sambil melirik ke arah Ka Wulan.

“Lo ga seneng emangnya dielus sama Rufa?”, tanya Ka Wulan masih sambil tertawa.

“...Gue, sih, biasa aja.”, jawab Ka Shion.

Ka Wulan dan Putra masih tertawa-tawa kecil, sementara gue dan Ka Shion melanjutkan corat-coret mejanya, kali ini sambil diam. Setelah sekitar 20 menit, gue dan juga Ka Shion menyudahi sesi corat-coret ini. Lalu kami berdua berjalan ke arah bangku penonton dan duduk bersebelahan. Di depan kami terlihat anak-anak angkatan baru masih sibuk gladi di panggung.

“Kita latian cuman 2 mingguan, ya.”, kata gue.

“Iya. Mana kadang gue ga bisa latian juga, kan, gegara harus survey ke sana sini buat tugas.”, jawab Ka Shion.

“Menurut lo gimana Ka?”, tanya gue.

“Oke lah. Kita masih lebih bagus daripada mereka. Kaya yang tadi gladi aja, gue rasa maennya buru-buru banget, temponya jadi kecepetan. Padahal kalo lebih pelan bakal asyik, tuh.”, dia mulai berkomentar.

“Iya, sih. Tapi wajar lah mereka, kan, masih baru.”

Lihat selengkapnya