Sam. Apa yang membuatmu berubah dari sikapmu yang sebelumnya kuanggap ramah? Kau masuk ke dalam kelas sama sekali tidak mengobati aku yang sedang cemas, kau bersikap acuh kepadaku yang selalu butuh, kau diam bungkam kepada siapapun apalagi kepadaku yang kau biarkan redam, tapi mengapa rasa penasaranku kepada sosok seperti kamu tak bisa padam. Ada apa denganmu, Sam? Apakah diammu itu bentuk dari rasa cemburu? Kalau pun iya. Bukan itu yang aku mau darimu. Aku hanya ingin mendengarkan bukan didiamkan begitu saja.
Sam, jika memang perlu aku ceritakan tentang siapa Dirga itu. Apakah penting bagimu yang tidak merasa cemburu? Tapi apa salahnya juga untuk membuat dirimu tahu siapa orang yang pernah atau selalu berada di dekatku.
"Runi, kau mau masuk jurusan apa?" ucap Dirga setelah membuang puntung rokoknya yang masih panjang. Dia tidak mau melihat wajah tidak suka yang aku perlihatkan kepadanya. Aku tahu, pertanyaan itu hanyalah basa-basi agar aku nyaman berada di boncengan motor kerennya itu.
"Ibuku nyuruh aku masuk jurusan Bahasa, tapi sayangnya gak ada jurusan itu di sekolah kita, Dir."
"Terus kamu mau milih jurusan apa?"
"Gimana hasil tesnya nanti aja."
"Ya, kan harus ada yang dipilih, Runi. Kecuali kalau kamu mau masuk jurusan Ipa, siapa tahu kita bisa satu kelas."
"Iya deh nanti aku coba, hahaha."
"Hahaha, semoga saja."
Sam, kau harus tahu bahwa semenjak Dirga mengatakan ingin masuk jurusan Ipa. Saat itulah aku memutuskan untuk memilih jurusan Ips. Bukan karena aku tidak mau satu kelas dengannya. Tapi jika aku satu kelas dengan Dirga risikonya adalah Dirga juga akan satu kelas dengan Budi yang sudah dekat denganku sedari kecil. Aku tidak mau ada permasalahan jika pemicunya adalah aku.
Biar kuceritakan kepadamu Sam. Kedekatan keluargaku dengan keluarga Budi sebenarnya membuat diriku dan Budi merasa terbebani. Budi orang baik. Dan aku tidak mau harus selalu merepotkannya. Beruntungnya Budi selalu memiliki pacar yang berganti-ganti dan membuat waktuku dengannya sedikit terkuras. Terlebih dia pun keberatan dan ingin mempunyai kebebasan jika pada akhirnya aku dengannya akan dijodohkan. Aku belum berpikir sejauh itu. Begitu pun dengan Budi. Aku selalu percaya takdir bukan di tangan manusia. Budi selalu memiliki hubungan dengan siapapun. Aku percaya hal itu. Selain keren, Budi juga humoris orangnya. Dia tidak pernah merasakan kesepian tidak memiliki hubungan. Begitupun dengan aku. Dirga sangat mencintaiku. Aku tidak bisa membiarkan dirinya sakit hati dan berakhir membenci jika aku menolak cintanya. Aku rela menjadi kekasih Dirga dengan segala sikap posesifnya. Terlebih rasa cinta selalu belajar untuk tumbuh bersamanya.