Sam tidakkah seharusnya sebuah pernikahan itu membuat kau bahagia? Mengapa pernikahan yang begitu rahasia membuat dirimu begitu terpaksa? Aku tahu Sam. Pernikahan itu terjadi dengan cara yang tidak pernah kau harapkan. Tapi jika kau mengharapkan menikah denganku seperti yang entah bagaimana kau mengharapkannya, maka aku tegaskan pernikahan itu tidak akan pernah terjadi.
Mungkin berat untukmu Sam. Tapi sesungguhnya kau akan tahu betapa berartinya pernikahan yang mungkin bagimu sebuah paksaan itu. Butuh waktu yang tepat untuk menjelaskan semua itu Sam. Tapi yang jelas, kau kembali menjadi pahlawanku lagi. Pahlawan yang tak akan aku biarkan menikah dengan orang yang bukan aku orangnya.
Aku akui Sam. Caraku itu memanglah salah. Tapi jika hanya itu satu-satunya cara agar aku denganmu menikah, mengapa aku harus merasa kalau pernikahan itu akan berujung masalah? Awalnya aku pikir, menikah dengan siapapun orangnya tidak akan menjadi bahan gosip omongan kerabat-kerabat ku yang tidak tahu apa-apa. Tapi ternyata, justru karena mereka tidak tahu apa-apa lah yang membuat mereka memandang kamu dan derajat keluarga kamu rendah, hanya karena ekspektasi mereka yang berharap bahwa aku dengan Budi akan menikah. Mereka tidak bersikap manusiawi. Tidak memiliki adab saling menghargai.
"Aruni, aku merasa ada yang tidak beres dengan pernikahan kamu. Aku kecewa pada perlakuan keluarga kamu yang memandang rendah keluarga Syakir. Apa maksud dari semua ini? Ke mana Budi? Apa-apaan semua ini?" Deni mengirimiku pesan. Aku tidak bisa membalasnya.
Sam. Aku merasa bersalah atas kejadian itu. Bagaimana pun aku merasakan sakit hati yang sama denganmu. Bapakmu pulang dibujuk oleh kakakmu yang kecewa atas kecerobohan adiknya yang mau-maunya menikah dengan orang yang ingin menjebak kamu untuk sekedar menutupi nama baik keluarga yang sudah tercoreng buruk. Tapi perlu aku tegaskan maksud yang sebenarnya bukan itu Sam. Hanya saja untuk mereka yang tidak tahu apa-apa, untuk mereka yang hanya mementingkan egonya sendiri, untuk mereka yang terlalu menilai kehidupan orang lain, justru mereka lah yang aku jebak seolah kamu menikah denganku hanya untuk menutupi aib yang padahal sebenarnya tidak ada yang harus ditutupi. Aku menjebak mereka dan diriku sendiri, agar kau menjadi solusi dari konflik yang aku ciptakan sendiri, dengan segala kebohongan yang mungkin kau kira pernikahan itu hanyalah manipulasi.
Di hari pernikahan itu. Tidak ada yang kamu lakukan kecuali diam. Seolah ada penyesalan setelah kata sah mengikatkan hubungan yang sah.
Bagaimana pun pernikahan itu adalah rahasia. Keluargaku hanya akan menganggap bahwa kau sekedar menutupi aib keluarga. Tapi nyatanya tidak. Aku sengaja berpura-pura hanya karena ingin denganmu mengabadikan cinta.
"Sam terima kasih kamu selalu menyelamatkan ku," ucapku. Tapi kamu hanya diam membisu. Hari pernikahan yang seharusnya membahagiakan malah membuat dirimu bungkam.
"Iya," jawabmu singkat memandangiku kecewa.
Sam. Akan aku ceritakan bagian terberat di saat aku menghadapi sikap yang belum aku temukan darimu, agar kau tahu betapa sedihnya aku di hari yang seharusnya membahagiakanku.
"Sam, bangun udah pagi."
Aku membangunkan kamu yang terlelap kelelahan tidur di sofa. Tidak ada niat sedikit pun darimu untuk tidur satu ranjang denganku selayaknya pasangan pengantin yang berbahagia. Malam yang aku kira akan romantis berubah menjadi malam yang menjadikan harapku berujung tangis. Aku tahu Sam kamu pasti masih marah dengan perlakuan kerabat-kerabat ku yang acuh kepada keluarga kamu. Tapi haruskah kau pun memarahiku dengan cara bersikap acuh seperti itu?
"Kamu udah sholat subuh?" katamu.
"Aku nungguin kamu, Sam."
"Kenapa kewajiban malah kau tunda begitu saja?"
"Emangnya salah kalau aku menunggu biar bisa sholat bareng sama kamu?"