Sam & Mut

Muhammad Rifal Asyakir
Chapter #44

Surat Kedelapan Belas: Pergi dan Meninggalkan

Pada suatu malam. Yang bisa kau dan aku lakukan hanyalah diam. Malam itu kau semakin bungkam, lebih acuh daripada malam-malam sebelumnya. Menutup mulut tidak memberikan satu pun pertanyaan mengapa aku ingin melakukan hal yang sama sepertimu selama kita menikah. Yaitu menghindar dan punya rasa ingin meninggalkan. Bedanya, aku ingin menghindar dan meninggalkanmu hanya untuk kebaikan bersamamu juga, bukan sekedar keegoisan semata yang tidak tahu apa-apa.

Kau dan aku berkemas. Tapi hanya aku saja yang semakin cemas. Kita akan segera berpisah, tapi hanya aku saja yang merasakan jika merindukanmu akan menjadi masalah. 

Ibuku tidak boleh tahu kalau kamu akan pulang ke rumahmu, dan ibuku juga tidak boleh tahu kalau aku akan pergi ke luar kota ke rumah bapakku di dekat kantor tempatnya bekerja. Aku pergi bukan untuk bekerja seperti yang kau dengar, tapi untuk mengadu kepada orang yang harus bijak atas kesalahan yang telah diperbuat. Sudah kuputuskan untuk mengatakan apa yang telah lama aku rahasiakan. Hanya kepada bapakku saja. Meskipun aku tahu, hanya sedikit kesempatan agar bapakku bisa mengerti dan harus meredam keras kepala ibuku.

"Pak, besok Aruni mau ke sana, jangan kasih tau ibu. Ini dadakan. Aku mohon Pak, ini rahasia." 

"Apakah yang kau maksud adalah rahasia tentang di balik pernikahan? Bapak sudah lama merasakan adanya kejanggalan. Baik jika itu mau kamu. Bapak tunggu kedatangan kamu, Nak. Hati-hati di jalan." 

"Baik Pak."

Malam itu, pesan yang aku kirimkan kepada bapakku dibalas dengan jawaban yang tidak seperti dugaanku. 

Selama ini, aku baru tahu, bahwa setiap kebohongan pasti akan terungkap entah di waktu yang cepat atau pun lambat. Bapakku merasakan hal yang sama seperti ibuku. Ada rasa tidak percaya yang datangnya terlambat tentang pertunangan, kehamilan, dan pernikahan yang aku inginkan yang terlanjur menjadi sesuatu kejadian. Namun, bapakku tidak seperti ibuku. Ia tidak menganggap bahwa sesuatu yang sudah terlanjur menjadi kejadian akan berakhir menjadi penyesalan. 

Pada esok harinya. Tanpa pamitan kau berangkat sepagi mungkin, memastikan agar ibuku tidak melihat tas yang penuh terisi pakaian dan barang-barang yang kamu bawa. Kamu melakukan bagian dari rencana aku dengan sangat baik. Sementara itu, aku berangkat untuk kepergian yang tidak dekat setelah ibuku berangkat kerja. Semuanya berjalan sesuai rencana. Seolah semesta mendukung aku untuk pergi meninggalkan kamu yang tak peduli, dan meninggalkan ibu yang aku yakin setelah kepulangan dari kerjanya nanti, akan segera mencari, dan menyusul aku yang semoga sudah membuat bapakku mampu mengerti, hingga membuat ibuku memahami kebohongan yang sudah terlanjur terjadi.

Sam, aku tahu bahwa setiap manusia selalu mempunyai banyak rencana, dan aku juga tahu bahwa hanya Tuhan lah yang memberiku cara. Tapi, mengapa Tuhan selalu memberiku cara terbaik untuk setiap rencana buruk?

Di tengah perjalanan. Tidak ada yang menghambat aku yang sedang berpergian. Aku tidak mengalami harus menunggu angkot yang kelamaan, tidak naik ke bus yang harus menunggu dulu penumpang yang lain, dan juga tidak dipalak oleh preman yang nyamar jadi pengamen. Semua itu tidak terjadi di perjalanan jauhku. Tidak seperti cerita-cerita orang lain yang hidup di perantauan. Aku justru menikmati perjalanan dengan pikiran yang terisi penuh kenangan. 

Lihat selengkapnya