Sam & Mut

Muhammad Rifal Asyakir
Chapter #47

Awal?

Mut, aku sudah membaca semua surat yang telah kamu tulis untukku. Tapi, setelah selesai membaca semua surat itu, aku merasa menjadi lelaki yang paling bodoh dalam hidupmu, bagaimana bisa aku bersikap seolah tidak peduli kepada kamu yang sebenarnya sungguh mencintai, dan betapa bodohnya kini aku hanya bisa menyesali karena terlambat menyadari. Namun, aku percaya, ada harapan yang sangat pasti bisa memperbaiki masalah yang sudah terlanjur terjadi ini, yaitu kau menerima surat dariku dan membacanya hingga selesai, agar kau tahu bahwa sikap yang terlihat seolah tak peduli diriku padamu itu adalah sikap yang menyembunyikan bahwa aku sebenarnya sangat mencintai dan tak ingin kehilanganmu. Semoga kau mengerti sebagaimana aku memahami setelah membaca semua surat darimu. Aku yakin kau akan tahu betapa besarnya rasa cemburu, pilunya rindu, dan betapa dalamnya rasa cinta yang kuberikan kepadamu di setiap kali merasa kehilanganmu.

Mut, ini adalah hari yang spesial untuk Deni dan Kay. Seharusnya kau juga merasakan hal yang spesial itu dan membuatmu bahagia juga, Mut. Deni sudah menikah dengan Kay di waktu yang tepat dan pernikahannya pun berlangsung khidmat. Bukan seperti kita yang menikah di waktu yang salah, dan itupun penuh dengan rahasia yang membuat masing-masing dari kita menciptakan masalah.

Di hari pernikahan Deni, di hari ketika semua surat darimu telah aku baca dan pahami. Aku harus segera pergi, bukan untuk sekedar melepas rindu yang dibiarkan menggebu, tapi untuk melepas masalah sebelum yang aku dapati kenyataan harus pasrah. Aku tidak ingin kau pergi begitu saja sebelum kau benar-benar tahu bahwa aku selama ini sungguh mencintai. Ada kata maaf yang tidak akan aku biarkan terlambat. Ada kesungguhan yang ingin menyembuhkan sugesti kamu tentang kondisi buruk dan umur kamu yang sudah tidak lama lagi. Aku ingin memelukmu untuk terakhir kalinya.

"Syakir? Kau sudah selesai membaca semua surat dari Runi?" ucap Deni, menghampiriku.

Di hari pernikahannya itu. Aku adalah tamu pertama yang datang dan tamu terakhir yang pulang.

"Kau sudah tahu semuanya Den?" balasku.

"Jawab dulu pertanyaan aku Syakir."

"Sudah. Aku sudah selesai membacanya."

"Kalau begitu, kau berarti sudah memaafkan Budi, dan percaya sama omonganku kalau Budi sebenarnya baik?"

"Jawab dulu pertanyaan aku Den."

"Sudah. Sebelum kau menerima surat dari Runi aku mendengar semua ceritanya dari Budi."

"Kau percaya sama omongan Budi?"

"Sebuah percaya itu mahal harganya, Syakir."

"Aku tegaskan sekali lagi, Den! Kau percaya sama omongan Budi?"

"Tentu, Syakir. Aku sangat percaya padanya."

"Kalau memang kau sepenuhnya percaya kalau Budi itu orang yang baik sebagaimana yang kamu dengar di telepon dan sebagaimana yang aku baca dalam surat. Kau tentu seharusnya tidak akan membiarkan kepercayaan kamu itu hilang begitu saja. Aku ingin memastikan apakah semua ini benar-benar kenyataan."

Lihat selengkapnya