Rena berjalan terus kedepan tanpa ada arah tujuannya. Kemanapun ia pergi, ia hanya fokus pada patahan-patahan ranting yang ada di depan matanya. Dipikirannya sekarang, hanya ada Wage yang sedang berlarian marah-marah didepan sana. Dalam pikirannya sekarang ini, Wage sepertinya sedang kerasukan arwah penunggu gunung dan Wage berlarian kesana.
Tangan Rena menyingkirkan ranting-ranting yang ada didepannya. Kabut masih tebal dan pandangannya masih terbatas. Kadangkala, tangannya Rena sendiri juga tidak kelihatan karena tebalnya kabut yang membentang dan menyelimuti sekitarnya. Ini adalah kabut tertebal yang pernah dilalui Rena ketika naik gunung. Sebelumnya, ia tak pernah sama sekali naik gunung dengan kabut yang tebal seperti ini.
Rena pertama kali naik gunung adalah ketika Rena sedang SMA. Saat itu, ada bukit di tengah kota yang seringkali ia daki. Rena selalu naik bersama banyak kawannya. Terkadang lima orang, terkadang delapan orang. Rentetan rombongan itu selalu naik bersama ketika menapaki jalan setapak kecil itu. Mereka selalu rapi mengantri, sabar menanti kawan-kawannya dibelakangnya.
Disitulah juga ia bertemu dengan Wage. Seorang laki-laki yang menyatakan cinta padanya saat SMA. Sebenarnya, Rena tak begitu tertarik dengan Wage. Laki-laki ingusan itu terkadang terlihat sangat culun. Saat berjalan saja, tidak ada tampang gagah-gagahnya sama sekali dari pikiran Rena. Tapi dalam pandangan Rena, Wage sepertinya benar-benar serius menyatakan cinta padanya.
Setelah dua bulan berjalan, Rena membalas rasa cinta itu pada Wage. Wage terlihat senang, tapi tidak begitu dengan Rena. Ia seperti terpaksa menerima cinta Wage. Saat melihat hal itu, Wage mencoba memberitahu Rena bahwa ia benar-benar tulus mencintainya. Wage menulis surat yang bertuliskan, 'Apapun yang terjadi, aku akan menikahimu suatu saat nanti.'
Tidak pernah ada dalam sejarah hidup Rena, seseorang yang mengajaknya menikah. Padahal, Rena sudah seringkali makan asam garam percintaan sebelumnya. Rena punya dua mantan saat SMA. Pertama bernama Hamid dan kedua bernama Frans. Tapi dari kedua mantannya itu, tidak pernah ada yang mengatakan kalau mereka semua akan menikahi Rena suatu saat nanti.
Saat SMA dan diajak bicara pernikahan, mungkin terlalu jauh dan sangat tidak mungkin jika dipikir-pikir. Tapi bagi Rena, disitulah nilai tambah dari Wage. Dia benar-benar orang yang tulus dan serius. Meskipun dia bukan orang yang tampan dan berwibawa, setidaknya dia punya komitmen. Komitmen itulah yang dipegang oleh Rena untuk menerima Wage.