Sama Dengan

Muhammad Alfi Rahman
Chapter #9

Uang

Hujan sudah mulai reda, tapi menyisakan suhu yang sangat dingin diatas sini. Pemandangan mulai terbuka jelas dan matahari senja tiba-tiba menghangat terlihat di barat sana. Dengan pakaian yang basah, Rena sadar, ia harus segera kembali ke savana karena Wage sudah tidak terlihat lagi darisini. Tak ada pilihan lain bagi Rena, selain kembali lagi ke savana dan meminta bantuan orang-orang disana.

Diatas jalanan setapak penuh ilalang dan berbatu itu, Rena turun kembali dengan hati-hati. Pakaiannya yang basah dengan tubuh yang tidak begitu imbang, Rena tetap saja berjalan kembali ke Savana. Dalam hati, ia sedikit ragu apakah jalan ini akan mengarahkannya kembali ke savana. Tapi entah mengapa, ia yakin jika ini adalah jalan yang benar yang akan mengembalikkannya ke Savana.

Saat berjalan sendiri dan memandangi gugusan awan yang mulai berwarna oranye disekitarnya itu, ia kembali mengingat-ingat apa yang terjadi waktu-waktu lalu. Rena rindu ketika dia, Wage, Han, dan Sinta berjalan bersama diantara jalan setapak kecil ini berjalan-jalan menaiki gunung. Ia hanya merindukan itu. Tapi dalam ingatannya yang lain, ia meningat dengan jelas apa yang sebenarnya terjadi waktu itu.

Setelah Wage kembali ke Tuban untuk bekerja, seminggu berjalan dan tiba-tiba Samuel meneleponnya. Wage yang masih bekerja di pertambangan kapur itu langsung mengangkat telepon dari Samuel dan menempelkan di telinganya. Samuel bilang pada Wage, kalau motor Honda Vario milik Han sudah ditemukan. Motor itu berada di semak-semak tengah hutan dan tidak ada tanda-tanda apapun disekitar sana.

Mendengar hal itu, Wage meminta izin bosnya kalau ada urusan keluarga mendadak yang tidak bisa ditunda lagi. Bosnya melarang Wage untuk berangkat sekarang, karena ini masih jam kerja. Wage tetap saja meminta pada bosnya agar ia memberi kesempatan Wage untuk pergi sekarang juga. Bosnya mengizikannya dengan syarat. Ia boleh pergi setelah ia menuntaskan pemetaan gunung kapur yang akan dibom nanti.

Wage yang mendengar hal itu, langsung bergegas memelajari gunung dari semua aspek. Ia melihati peta, menganailisis dampak ledakan dan berapa banyak kapur yang bisa didapat dalam sekali ledakan. Semua harus efektif dan efisien, itu adalah tugas Wage untuk memaksimalkan kualitas ledakan. Tetapi karena Wage benar-benar tidak bisa fokus, akhirnya Wage hanya asal tunjuk di titik mana bom itu akan diletakkan dan seperti apa nanti efek ledakannya.

Setelah menunjuk posisi dimana bom seharusnya diledakkan, Wage langsung bergegas dengan motor Honda Supranya pergi ke Malang. Bosnya meneriakinya karena menurut Bosnya ini titik yang kurang tepat. Tapi Wage tetap saja meluncur dan tidak memikirkan apa kata bosnya. Dalam pikiran Wage, nanti jika dihukum ya biar dihukum saja.

Lihat selengkapnya