Jasmine rekan kerjaku, harusnya masuk shift sore menggantikanku tapi sudah setengah jam lewat dari waktu pergantian shift dia belum tampak juga batang hidungnya.
Kulihat jam di dinding sudah menunjukkan pukul setengah lima sore.
"Ah, sudah saatnya pulang. Aku harus bergegas kalau mau dapat duduk di kereta," aku mulai gelisah dan kesal. Berdiri delapan jam sehari itu rawan bikin bad mood, kalau sudah begitu bawaannya pengen marah dan gak mau senyum lagi.
"Mau kemana Kak Malika, buru-buru banget. Kan masih sore santai aja lagi," ujar Jasmine yang baru datang.
"Yeee.. ni anak satu, dah telat juga. Ngapain aja sih lu, pake telat-telat segala? Masuk sore kan harusnya lebih santai di jalan."
"Kak... Aku harus bedakan dulu keles." Ujarnya santai sambil memakai perona bibir yang merahnya seperti cabai, siap menyambel pelanggan yang ngeyel.
Setiap hari, aku memotivasi diri sendiri untuk mendapatkan aura positif dalam setiap hal yang kulakukan. Kadang berhasil dan lebih banyak tidak berhasilnya. Pernah aku menangis tersedu-sedu saat hujan turun dengan derasnya hari itu, agar tidak ada orang yang melihat air mata yang meleleh di pipiku, atau aku berteriak entah marah pada siapa di dalam bantalku. Semua hal itu kulakukan sebagai pelepas uneg-uneg dari beban sebagai manusia dewasa biasa yang penuh dengan tanggung jawab agar perut dan dompetnya selalu terisi penuh.
Sambat tidak mengenal ruang dan waktu, bisa terjadi kapan saja dimana saja. Penyebabnya bisa apa saja, bahkan sapaan yang remeh kalau suasana hati sedang jelek bisa memicu petasan sambat dalam diri seseorang. Seperti hari ini, kali ini si Jasmine moodnya mungkin lagi kurang sehat.