Sampah dan Bertuah

Astromancer
Chapter #16

Kapal Pinisi dan Wanita Misterius

Sudah dua hari aku membaca buku harian ini. Dari sudut pandang Cornelius, jelas dia adalah korban. Aku pun tidak bisa membayangkan bagaimana rasanya dikhianati setelah banyak hal yang kulakukan untuk seseorang. Tapi aku tidak mau terlalu cepat memutuskan.

Hari pertama aku membaca, aku diusir secara halus dari perpustakaan karena membaca terlalu lama. Mereka tentu mau tutup dan beristirahat. Kuputuskan untuk meminjam buku ini saja. Beruntung, kartu UNESCO itu berguna. Aku diperbolehkan meminjam sampai seminggu dengan alasan untuk keperluan riset.

Sekarang, aku berada di tenda. Kucoba mendalami karakter seorang pejabat Belanda bernama Cornelius Djikman, seorang pejabat VoC yang kemudian diangkat menjadi Tuan Rotterdam Fort di era transisi kekuasaan dari VoC ke pemerintahan Belanda. Hindia-Belanda saat itu memang mengalami pergeseran kekuasaan, setelah banyaknya kemunduran yang terjadi di VoC. Bahkan hingga pindah kekuasaan ke tangan Inggris.

Seharusnya aku langsung saja terbang ke sini. Buku ini jelas mengupas banyak hal. Lebih banyak yang dikupas daripada jurnal Abigail. Dari buku ini, sudah jelas bahwa Abigail menuliskan jurnal pertamanya ketika ia berada di rumah Cornelius Djikman.

Ibarat baru saja mendapat anak pertama, aku berapi-api membagikan kisah ini. Pada pukul satu dinihari, aku merekam diri sendiri. Tapi sebelum itu, aku memutuskan untuk mencukur dulu jenggot yang sudah tumbuh di wajahku. Aku memang terlihat seperti gembel dengan jenggot ini.

“Selamat malam, wahai penonton jalang,” aku memulai tayangan langsung video.

Beberapa orang sudah bergabung.

Bajingan favoritku sudah tayang

Ayo kita lihat, apa yang dia punya

Raf-ck Van Bergen kembali!

“Hari ini aku menemukan temuan menarik lainnya. Seperti yang kalian ketahui, aku telah pergi selama dua hari. Tapi itu bukan tanpa alasan, sayang. Lihatlah! Hasil temuanku dari museum La Galigo. Aku menemukan catatan harian Cornelius Djikman! Di sini tertulis bahwa ternyata Kateng dan Abigail berhasil sampai di rumahnya setelah pertempuran berdarah di Galesong. Aku akan upload foto halaman-halaman tulisannya saat sudah selesai dengan siaran langsung ini, supaya kalian bisa membacanya juga nanti.”

Tidak ada yang membaca buku-buku yang telah kau foto itu!

Siapa yang bisa membaca tulisan acak adut seperti itu?

“Hei! Itu bukan salahku bahwa tulisan mereka sulit terbaca! Aku pun juga harus pelan-pelan memabacanya satu-satu! Tapi kabar baiknya adalah aku tahu keberadaan berlian itu. Aku semakin dekat!”

Ceritakan pada kami apa yang terjadi pada Kateng

“Kateng? Dia betul-betul disayang oleh Djikman, pejabat VoC di Rotterdam Fort. Bahkan lebih daripada dia menyayangi anaknya sendiri. Namun Kateng berubah pikiran, dan sepertinya malah mengkhianatinya. Ia pergi ke Selayar bersama Abigail. Dari desas-desus yang didengar oleh Djikman, Kateng dan Abigail malah berakhir menjadi bajak laut. Detail ceritanya akan aku kirimkan seperti biasa. Kalian pasti tidak akan menduganya!”

Sebenarnya cerita ini menarik

Ya, aku setuju. Orang ini betul-betul ingin mencari berlian itu seperti orang gila.

Penontonku bertambah banyak. Sekarang jumlahnya sudah ada ratusan orang.

“Intinya adalah Cornelius mengangkat Kateng sebagai anak supaya ia bisa,” kalimatku terhenti karena satu komentar dalam Bahasa Inggris.

Tolong gunakanlah Bahasa Inggris. Aku dari Indonesia.

Kudengar dari temanku yang dari Belanda, kau sedang mencari sesuatu di sini!

“Baiklah,” aku mengganti bahasa.

“Mulai sekarang, siaran akan ditayangkan dalam Bahasa Inggris. Sampai dimana kita? Oh ya, Kateng diangkat sebagai anak karena bakatnya dalam menggambar. Ia adalah satu dari sejuta jenis manusia di Hindia-Belanda yang memiliki bakat seperti itu. Djikman melihat potensi dalam diri Kateng yang masih muda, kemudian membawanya ke rumahnya di Fort Rotterdam. Di sana, ia berdiam diri bersama ibunya sampai usianya 15 tahun. Saat itu, ia dikirim ke Eropa untuk belajar. Namun seperti yang telah kita ketahui, ia malah tertangkap dan dibawa oleh bajak laut. Di Sulawesi, Djikman menanti kepulangan Kateng. Namun hilangnya Kateng selama bertahun-tahun membuatnya terpaksa merelakannya. Sampai ia akhirnya kembali lagi ke rumah Djikman,” aku menjelaskan ceritanya secara singkat.

Setelah itu, sisa siaran hanya berisikan tentang apa yang kubaca dari catatan harian Djikman. Tentu saja hanya detil-detil pentingnya.

“Pada akhirnya, berlian yang sempat dipegang Djikman itu, tercuri dan diambil oleh Abigail. Kemungkinan besar, oleh Abigail. Ia menjadi perompak ulung di area perairan Makassar. Coba, cari saja namanya,” aku menuntaskan cerita.

Hei, dia benar.

Ada yang namanya perompak Abigel Djong

Tapi ini dalam bahasa Indonesia

“Iya, betul. Kisah kepahlawanan Abigail ditulis dalam bahasa Indonesia. Berdasarkan informasi yang kudapatkan dari buku Djikman, mereka berada di area perairan Selayar.”

Hei, Natalie sekarang sedang live di TOKTOK!

Iya betul! Aku juga sambil menonton siarannya sekarang.

Aku tergelak. Ia sedang mengadakan siaran langsung juga rupanya.

Van bergen, kau tidak mau membuka siarannya?

“Tidak, tidak. Terima kasih. Aku tidak akan pergi kemana-mana. Dia boleh merekam sesukanya. Mungkin dia akan mengirimiku seorang pembunuh bayaran lagi,” aku terkekeh.

Pembunuh bayaran?

Tidak mungkin! Dia hanya mengada-ngada!

Sebagian besar penontonku pergi untuk melihat videonya. Karena di sini juga sudah malam, aku memutuskan untuk menghentikan siaran langsung saja.

Sejujurnya, aku juga tidak tahu mengapa aku bisa sesantai ini menanggapinya. Jika kembali ke dua bulan yang lalu, mungkin aku akan bersikap sangat reaktif. Namun sekarang, aku tidak peduli. Natalie bisa mengata-ngataiku suka berhalusinasi, atau mungkin mengirimkan nuklir saja sekalian ke tenda ini untuk menghentikanku. Aku tidak akan berhenti mencari. Sekarang, aku benar-benar menikmati pencarian ini.

Aku memutuskan untuk tidur sekarang. Besok aku punya dua agenda besar. Yang pertama adalah mengembalikan buku-buku ini ke petugas perpustakaan. Yang kedua adalah untuk menumpang di salah satu kapal, untuk pergi ke Selayar. Aku mencium bau harta karun datang dari sana.

Malam ini, aku bahkan tidak butuh Curut untuk menidurkanku. Malam yang tenang.

 

Keesokan harinya, aku mengesksekusi rencana yang telah kubuat. Aku beranjak pergi, merapikan barang-barangku sudah sejak pukul tujuh di pagi hari. Aku memastikan tidak ada barang apa pun yang tertinggal. Setelah itu, aku berangkat menuju perpustakaan.

Setelah kusadari, ternyata ada banyak hal menarik di sini. Rotterdam Fort yang juga dikenal dengan nama Benteng Ujung Pandang ini, dikelilingi dengan tembok-tembok tinggi menjulang ala aristektur Belanda. Tentu saja tembok-tembok itu sudah banyak ditumbuhi lumut karena kondisinya yang sudah tua. Bisa kuperhatikan beberapa bagian dari benteng ini juga diperbaharui, menyesuaikan dengan zamannya. Gedung menjadi lebih modern, lantai tempat para turis berpijak juga dilapisi dengan paving block. Ada beberapa patung pahlawan serta monumen-monumen lainnya di sini. Salah satu yang kelihatan adalah nama Cholliq Pujie, Syekh Yusuf, dan Sultan Hasanuddin.

Dari yang kudengar, tempat ini sudah ada sejak tahun 1545. Sulit dipercaya, bahwa tempat ini ada sejak lima ratus tahun lalu. Benteng ini kemudian diambil alih VoC, disusul oleh pemerintah Belanda, dan berubah nama menjadi Rotterdam Fort. Di salah satu website yang kubaca, benteng ini terkenal karena pernah menahan seorang tawanan bernama Pangeran Dipenegoro. Entahlah siapa gerangan orang itu. Pangeran macam apa yang bisa dipenjara oleh konglomerasi dagang?

Aku masuk kembali ke dalam gedung Museum La Galigo. Mataku mencari wajah pustakawati yang kemarin membantuku menemukan harta karun ini.

Ada seorang pustakawan yang berdiri di belakang meja. Ia sepertinya agak gugup untuk menyapaku.

“Good morning, Mister,” sapanya dengan agak malu.

“Saya mencari seorang perempuan di sini. Dia yang meminjamkan saya buku-buku ini. Apakah saya bisa ketemu?” Kataku dengan bahasa Indonesia.

Wajahnya langsung sumringah.

Oh, Tuhan. Jika aku bisa menuliskan salah satu life hack untuk hidup di Indonesia, maka aku akan menuliskan agar para turis asing belajar bahasa Indonesia. Orang-orang lokal sangat menyukainya.

“Iya, mister. Sebentar, saya panggilkan dulu,” orang itu bergegas pergi.

Dalam waktu beberapa saat, wanita sang juru kunci harta karunku itu tiba.

“Ada yang bisa saya bantu, mister?” Ucapnya, agak malu-malu.

“Saya ingin mengucapkan terima kasih, sekaligus ingin mengembalikan buku-buku ini. Anda tidak tahu berapa lama saya mencari tahu petunjuk seperti ini!”

“Oh, iya. Sama-sama, pak ... mister,” jawabnya sembari menyembunyikan senyumnya.

“Perpustakaan ini bagus sekali. Sistem apa yang kalian gunakan untuk mengkategorikan buku? Bahkan perpustakaan di Leiden saja tidak secanggih di sini. Bagaimana caranya anda bisa tahu buku-buku ini menyimpan kata kunci yang saya cari?”

Pustakawati itu masih tersenyum riang.  “Oh, kami tidak menggunakan sistem apa pun, pak ... mister. Beberapa hari lalu, ada seseorang yang mencari buku-buku dengan kata kunci yang sama.”

“Seseorang? Siapa?” tanyaku heran.

“Saya tidak tahu. Dia seorang perempuan. Masih muda, pak mister. Maaf, tapi saya juga tidak tanya namanya. Kami berdua terlalu sibuk mencari buku-buku tersebut dari semua koleksi yang ada di perpustakaan. Mungkin memakan waktu dari pagi sampai sore, untuk menemukan tiga koleksi itu. Ia bilang, ia mencari nama seseorang yang bernama Kateng,” jawab si pustakawati.

“Oh begitu ya?” ekspresi senangku langsung kandas.

“Iya, apa ada masalah, pak mister?”

“Tidak. Baiklah. Sekali lagi, terima kasih atas bantuannya,” aku mengucapkan pamit dan memberinya uang tips.

Ia tersenyum dan juga mengucapkan banyak terima kasih. Aku berjalan keluar dari perpustakaan.

Di jalan menuju dermaga, aku tidak habis-habisnya berhenti berpikir. Ada seseorang yang mendahuluiku ke sini. Siapa gadis itu?

Aku sepertinya terlalu gegabah. Mungkin tanpa kusadari, aku telah menginspirasi banyak orang untuk melakukan pencarian berlian ini seperti yang kulakukan. Aku agak menyayangkan keputusanku untuk mengunggah berbagai video di TOKTOK ternyata bisa berujung seperti ini. Sekarang, aku tidak hanya berpacu dengan waktu tenggatku dan Natalie. Namun juga dengan semua orang yang mengetahui tentang berlian ini.

Ah, seharusnya aku lebih bijaksana dalam membagikan informasi.

Aku berjalan menyusuri garis pantai. Area itu telah dipenuhi oleh orang banyak. Mendadak, kekhawatiran meraungku kembali. Bagaimana jika orang sebanyak ini hendak mencari harta karunku juga?

Tidak seharusnya aku membagikan terlalu banyak. Seolah sebuah selumbar ditarik dari mataku, aku baru menyadari ada banyak sekali orang-orang berkulit putih sepertiku di area ini. Bisa saja orang-orang ini orang Belanda yang menonton videoku. Sejauh mata memandang, mereka semua memang berpakaian sepertiku. Aku harus segera pergi ke Selayar. Aku tiba di dermaga Paotore.

Lihat selengkapnya