Enam bulan setelah kepergian nenekmu, dia datang.
"Kenapa kamu tidak memberitahuku? Aku benar-benar sedih mendengarnya. Ibu baik sekali padaku." ucapnya lirih. Dia lupa selama ini dia menghilang dan tak dapat dihubungi atau itu hanya basa basi saja.
Malam itu dia datang secara tiba-tiba. Katanya dia sedih, ya sedih karena tidak ada yang bisa dengan mudah dia bohongi lagi. Dia, lelaki terpandai yang mampu membohongi mertua yang paling baik di dunia bahkan jika dibandingkan dengan ibunya sendiri. Kini dia bersedih katanya. Simpan saja sedih yang penuh kepalsuan itu. Tak berguna, ibu sudah tidak ada.
Dia datang di suatu malam, dia berharap bertemu denganmu. Tapi dia salah waktu, seperti biasanya. Yang benar saja, setelah subuh itu dia pergi dan sekarang tiba-tiba datang tanpa etika. Tamu macam apa? Masa datang bertamu hampir tengah malam. Mana mungkin aku membangunkanmu, kamu sudah terlelap tidur dan mungkin saja kamu sedang bermimpi indah. Tak mau aku mengganggumu. Pernah juga dia datang tengah malam dengan keadaan mabuk bau alkohol, muka yang sangat kelelahan dan mata merah yang jika kamu melihat akan menangis histeris pastinya. Aku juga takut meladeni orang kusut seperti dia. Gila! Dia pikir dengan begitu bisa mendekatimu, coba pikir saja Nona. Pendekatan macam apa itu? Memangnya kamu mau?
Aku tak mempersilahkan dia masuk ke dalam rumah kita malam itu. Batasnya hanya pintu dan teras rumah. Jika dia memang ingin bertemu dengan anaknya kutawarkan dia untuk kembali lagi besok siang dan bukan tengah malam. Jelas siang adalah musuh baginya, aku yakin dia juga akan malu terlihat oleh keluarga kita setelah apa yang dia lakukan selama ini terhadap kita. Malam adalah waktu yang ideal baginya, tapi tidak untuk kita.
Keesokan harinya tak kukira dia datang lagi sesuai perjanjian. Aku tak mencegahnya untuk datang dan bertemu denganmu. Aku ingin tahu apa reaksimu ketika bertemu dengan lelaki yang tak pernah ada selama ini, yang mengaku bahwa dia adalah ayahmu. Aku juga ingin tahu apakah kamu akan dengan otomatis mengenalnya atau tidak. Jika saja kamu ingat, terakhir kali kamu bertemu dengannya ya waktu tragedi dia pergi subuh-subuh itu.
Masih jam 7 malam dan memang kamu belum tidur waktu itu. Dia berencana membawamu jalan-jalan sebentar katanya. Tapi yang pasti kamu tidak mau sendiri. Kamu pasti ingin mengajak Kak Aji sepupumu, anaknya Tante Anya. Tanpa membuang-buang waktu kita berempat segera pergi. Kita hanya punya waktu 2 jam saja. Tak lebih!
Sesaat sebelum kita berangkat malam itu. Kamu seperti heran, kamu kira kita hanya pergi bertiga saja, aku, kamu dan kak Aji. Tapi ternyata ada orang lain yang entah kamu masih mengingatnya atau tidak. Enggan mendekatinya atau didekatinya, bahkan saat dia menyentuhmu kamu merasa sentuhannya seperti debu yang harus dihempaskan. Kamu bersembunyi di balik badanku.
Dalam perjalanan, di dalam mobil dia berusaha mendekatkan diri padamu, mengajakmu berbicara tapi kamu menutup mulutmu rapat-rapat. Saat dia berusaha menyentuhmu, kamu dengan sigap menjauhkan diri darinya. Dia tetap memaksa menyentuhmu. Dengan mata yang judes kamu menatapnya dan dengan kasar kamu menyingkirkan tangannya dari bahumu. Kamu ingin turun dari mobil. Kamu ingin pulang. Waktu itu aku juga ingin kembali ke rumah. Aku malas sebenarnya. Tapi aku juga penasaran apakah dia bisa mendekatimu dengan mudah atau tidak. Aku berusaha menenangkanmu dan untungnya ada Kak Aji yang bisa mengalihkan perhatianmu darinya.
Sesampainya di restoran cepat saji yang kita tuju, aku langsung memesan makanan dan kita sengaja duduk di kursi yang dekat dengan area bermain anak. Sesekali dia mencoba mencuri pandang padamu. Kamu memalingkan muka ke arah lain. Aku hanya diam mengawasi.
Setelah selesai makan, kamu dan Kak Aji langsung menuju ke area bermain. Kalian begitu asik menikmati permainan di restoran itu. Seperti sudah menemukan dunia kalian sendiri. Berlari kesana kemari dan bercanda sampai terbahak.
"Dia cantik ya?" Sambil melihatmu dari jauh dia memulai percakapan.