"Penyakit mental bukan suatu hal yang memalukan, tetapi stigma dan biaslah yang mempermalukan kita semua." - Bill Clinton
Pernahkan Anda menemui orang yang selalu merasa takut dan khawatir akan kehadiran orang lain? Atau pernahkah Anda mengalaminya sendiri? Terkadang merasa takut memang hal yang wajar. Akan tetapi, ketika rasa takut itu sudah berlebihan bahkan mengganggu aktivitas sehari-hari, Anda perlu waspada. Bisa jadi hal tersebut merupakan indikasi gangguan kepribadian paranoid.
Paranoid Personality Disorder (Gangguan Kepribadian Paranoid) ditandai dengan rasa tidak percaya dan curiga yang berlebihan serta tidak menghargai (lack of respect) orang lain.
***
Itu adalah sepenggal berita yang aku baca dari internet suatu pagi, tanpa sengaja membuatku menerawang ke waktu-waktu sebelumnya. Terlebih semenjak kamu bertemu dia untuk pertama kalinya, saat di restoran cepat saji malam itu. Kamu ingat? Hmm aku jadi takut, jangan sampai paranoid menimpamu Nona. Aku tak mau. Kamu hanya takut biasa saja bukan paranoid.
"Nona, hari ini mama pulang malam. Kerjaan di kantor lagi banyak-banyaknya. Ini akhir bulan pula, jadi sudah pasti mama akan lembur. Kamu malam ini stay di rumah Om Toto dulu ya, nanti mama jemput." Pesanku padamu hari itu sebelum kamu berangkat sekolah.
"Iya, ma." Jawabmu singkat.
Kamu sudah tahu aturannya, kamu sudah terbiasa dengan situasi dimana kamu akan sendirian sepulang sekolah. Jadi tinggal di rumah Om Toto beberapa jam sebelum aku pulang adalah hal yang biasa bagimu. Maafkan aku karena sering pulang malam, apa boleh buat. Keadaan mengharuskan aku bekerja lebih keras lagi dan menghabiskan waktu luangku bersamamu. Kita memang jarang memiliki waktu bersama di malam hari. Saat aku pulang kerja kamu sudah terlelap tidur dan kita akan bertemu lagi saat pagi hari setelah kamu bangun tidur hingga sebelum pergi ke sekolah. Atau sebelum aku kembali berangkat bekerja. Singkat sekali.
Suatu malam ... sesuatu terjadi.
Malam itu lelah sekali rasanya, seperti sudah mengangkat beban puluhan kilogram. Saat tiba dirumah, aku sudah membayangkan akan segera menikmati ketenangan sambil duduk di depan TV dan makan cemilan manis seperti martabak kesukaanku. Tapi apa yang aku lihat saat membuka pintu rumah. Astaga! Aku naik darah seketika. Melihat rumah kita seperti kapal pecah. Sepatu kamu yang sebelah kiri ada di atas meja, yang sebelahnya lagi ada di belakang pintu. Baju olahragamu tergeletak di lantai. Buku-buku dan tasmu berserakan di atas meja ruang tamu.
Aku menarik nafas dalam-dalam, aku kesal. Rasanya ingin sekali berteriak sekencang-kencangnya. Aku menyusulmu ke kamar, tapi kamu tak ada. Tak jauh berbeda dengan ruang tamu, kamar kita bahkan lebih parah. Baju-bajuku berserakan pula di kasur. Apa yang sudah kamu lakukan tadi siang Nona? Aku geram, aku ingin marah, aku lelah.
"NONNAAA ... " teriakku.
Lima belas menit aku menunggumu, aku tahu kamu ada di rumah Om Toto seperti biasanya. Aku menunggumu di teras dan tak sabar ingin mengetahui apa yang sudah terjadi selama aku tak di rumah. Akhirnya kamu datang dengan wajah tak berdosa.
"Eh Mama sudah pulang." Sapamu dengan senyuman manis.
"Iya, sudah pulang dan Mama ingin marah. Marah sama kamu!" Nada bicaraku meninggi dan sudah pasti itu membuatmu tegang.
"Sini kamu." Sambil kutarik tanganmu ke ruang tamu lalu ke kamar kita.
"Ini apa-apaan Nona? Bagus ya kamu baik sekali sudah memporak-porandakan rumah ini. Bagus kaya gini? Bagus Nona? Jawab!" Teriakku, sudah pasti aku lepas kendali.
"Maaf Ma!" Jawabmu dengan air mukamu berubah.