Senja adalah panorama yang indah walau dilukiskan dengan kata-kata sekalipun, dia tetap indah. Setelah mentari bergerak seharian dan tibalah di fase puncaknya kemudian dia akan kembali lagi ke peraduannya. Warna jingganya memayungi Bandung sore itu.
Lembayung senja, secangkir coklat hangat dan buku kehidupan yang aku tulis sendiri untuk nanti dibaca anak-anakku saat mereka beranjak dewasa atau saat sudah mengerti tentang apa artinya hidup. Di teras ini dan jika kita bergerak sepuluh langkah saja, maka akan terlihat landscape Kota Bandung yang berpayung langit jingga.
Ingin rasanya bersembunyi di balik warna jingga itu, biar semua orang tidak bisa melihatku si wanita yang kata mereka tegar, kuat, dan mampu ini ternyata ingin berhenti sejenak dan menangis sebentar saja. Nyatanya aku tak sekuat itu, aku tak setegar itu, aku tak semampu itu. Hatiku mengkhianati mulutku yang egois bilang Aku Bisa!. Sejujurnya aku butuh teman, aku tak mau sendiri. Dengan Nona aku bisa tapi alangkah sempurnanya hidup ini jika Nona memiliki ayah sambung alias ayah baru.
Hey, kenapa aku memikirkan soal itu? Ayah? Yakin mau cari ayah baru buat Nona? Ah ini gara-gara dua orang tadi yang kutemui di teras dalam. Tak sengaja aku mendengar percakapan mereka. Tak banyak, sebagian besar tersamarkan oleh bisingnya tamu-tamu lain berbicara, tertawa bahkan ada yang berteriak. Tapi aku yakin dengan jelas mendengar bagian ini,
"Ayah, aku sayang ayah. Walau ayah bukan ayah kandungku, tapi bagiku apa yang sudah ayah lakukan untukku adalah lebih besar dari apa yang seorang ayah kandung bisa berikan." Kata sang anak gadis.
"Ayah juga menyayangimu Nak, tak ada istilah anak kandung atau bukan. Bagiku kau tetap anakku tersayang. Terima kasih sudah membuatku bangga." Jawab sang ayah.
"Minggu depan aku akan menjadi milik lelaki lain ayah. Aku harap ayah tidak berkeberatan. Tapi jangan khawatir ayah tetap nomor satu bagiku." Kata sang anak lagi.
"Tentu tidak, asal dia menyayangimu sama seperti ayah. Atau jika sayangnya untukmu lebih besar dari yang kupunya. Aku akan lebih tenang lagi." Kudengar kata-kata bijak itu dari mulut sang ayah.
"Aku sayang ayah." Kata sang gadis yang sedang memeluk ayahnya.
"Ayah juga Nak, sangat sayang padamu." kata-kata sang ayah membuatku hampir meneteskan air mata.
Mereka manis sekali.
Hey gadis, kamu beruntung sekali sudah memilikinya, ayah yang baik hati itu. Akupun ingin memiliki ayah seperti dia, aku yakin Nona juga menginginkannya. Oh senja apakah kau mengerti apa yang sedang aku pikirkan sekarang? Menurutmu bagaimana? Haruskah aku mencari sosok baru itu untuk Nona?
Senja, Bolehkah kubersembunyi dibalik jinggamu biar aku bisa melepaskan emosi ini. Aku bimbang, sebentar saja, aku butuh berpikir. Aku sudah mengikrarkan diri bahwa aku tak akan membuka hatiku lagi. Aku tak sanggup terluka lagi. Tapi aku yakin didalam lubuk hatinya, Nona pasti membutuhkan sosok itu. Iya kan? Jawablah senja!
Jingga yang hampir redup membuatku menerawang jauh. Aku hampir melamun, tapi secepatnya terbangun oleh teriakan ini,
"Ayanaaa..." dari jauh aku mendengar teriakan itu, aku mengenal suaranya.