Karena perawakannya yang tinggi dan besar, kamu panggil dia Om Besar atau disingkat jadi Ombes hehe. Ya emang begitu kenyataannya. Kamu kenal dia saat umurmu belum genap 5 tahun.
Aku mengenalnya dari facebook. Kebetulan kita memiliki mutual friend yang sama. Waktu itu aku sedang sering datang ke studio rekaman teman baruku yang seorang musisi. Semua orang memanggil dia dengan sebutan Om Cal, maklum mungkin karena umurnya yang sudah tidak muda lagi makanya dipanggil Om haha. Tapi aku akui jiwanya masih seperti anak muda. Dari Om Cal ini temanku jadi bertambah banyak. Teman Om Cal memang banyak termasuk teman-teman artisnya. Dan, dari facebook Om Cal pula aku bisa berkenalan dengan dengan Ombes. Aku pikir Ombes orang baik, jadi tak ada salahnya aku sambut perkenalan itu. Dari facebook akhirnya kita berpindah media supaya bisa berbincang lebih leluasa melalui whatsapp. Akhirnya kita saling bertukar nomor masing-masing.
Kebetulan Ombes juga pernah membuat lagunya sendiri di studio Om Cal. Ombes suka bernyanyi. Dulu aku juga sering mengajaknya berkumpul dengan teman-teman karaokeku. Suara Ombes memang bagus, kalau duet sama dia pasti scorenya tinggi terus hehe. Pertemanan team karaoke dengan Ombes nampaknya otomatis cocok. Karena kita sama-sama senang bernyanyi. Lalu aku masukkan Ombes ke dalam pertemanan sehatku. Aku kenalkan Ombes kepada Om Indra dan Mba Ana bahkan aku bawa dia ke rumah Ibu keduaku, ibunya Mba Ana. Ya mereka juga cocok. Saking sukanya Om Indra sama Ombes, sahabatku yang entah dia cenayang atau bukan dia bilang begini padaku, "Ayana, yang ini dijamin oke. Asal lu nya jangan ngaco."
Aku tidak mengindahkan ucapan Om Indra. Aku pikir bisa-bisanya Om Indra saja mengatakan hal itu hanya untuk membuatku berhenti mencari lelaki brengsek lainnya yang akan dijadikan ayah untukmu Nona. Dia sedikit parno dengan kejadian calon ayah (1). Dia sempat marah waktu itu karena aku menyembunyikan kisahku dengan Dicky yang jelas-jelas dia tahu bahwa lelaki itu bukanlah orang baik. Dia seperti kecolongan, karena sahabatnya sendiri terjerat oleh makhluk brengsek itu. Maka mulai detik itu aku berjanji padanya jika mengenal lelaki lainnya tolong beri tahu dia katanya. Biar dia seleksi dulu. Oke!
Dari obrolan panjang di WA, akhirnya aku tahu, kalau Ombes itu umurnya lebih muda dari aku. Dan, dia sedang mengerjakan skripsinya. Selain itu aku tahu dia adalah lelaki yang taat beribadah, agamanya kuat dan dia juga baik hati. Dia begitu menyayangi ibu dan adiknya. Setelah ayahnya meninggal dunia karena sakit, maka dialah yang menjadi tulang punggung dari keluarga itu. Menurutku dia calon imam yang baik dan bertanggung jawab.
Aku ingat sekali saat pertemuan pertama kita waktu itu. Dia menjemputku di studio Om Cal, kebetulan tempat tinggal sementaranya tidak jauh dari tempat Om Cal. Sepeda motor merahnya yang besar itu sepadan dengan badannya yang besar. Ombes mengajakku makan malam di salah satu mall di Bandung. Disitu kita banyak bercerita termasuk membicarakan kesukaannya akan musik. Entah kenapa tiba-tiba dia memintaku berhati-hati, dan jangan terlalu sering datang ke studio Om Cal. Aku belum menaruh kecurigaan waktu itu. Aku juga tidak tahu maksudnya apa. Tapi akhirnya aku tahu apa yang dimaksud Ombes. Walaupun pernah membuatku bahagia akan kebebasan, tapi tempat itu memang bukan untukku. Aku menyesalinya setelah Ombes pergi. Terlambat.
Semakin hari semakin penasaran aku dibuatnya. Selalu saja ada hal-hal yang dilakukan Ombes kepadaku tepatnya kepada kita Nona. Dia sering tiba-tiba datang dan menjemputku di tempat kerja, dia juga sering mengajakku jalan-jalan dan selalu membawakan oleh-oleh untukmu. Dia selalu memberikan kejutan yang manis untuk kita.
Dulu saat aku harus lembur bekerja pada akhir bulan tiba-tiba dia datang memberikan kejutan ini.
"Hi Mbem, hari ini kamu pulang jam berapa?" Begitu pesan yang kudapat dari Ombes.
"Hari ini aku lembur Ndut, ini kan akhir bulan waktunya aku pulang malam kaya biasanya," balasku.
"Oke, nanti aku kirim sesuatu buat kamu. Tunggu ya." Aku penasaran dengan apa yang akan dia kirimkan untukku waktu itu.
"Oke Ndut."
Oh ya, lupa kasih tahu. "Mbem" itu panggilannya untukku karena pipiku yang tembem saat itu dan "Ndut" panggilanku untuk dia karena ya tahu sendiri badannya yang besar hehe.
Satu jam setelah itu, akhirnya dia datang ke kantorku. Sudah malam sekitar pukul 7 dan di luar sedang hujan.
"Ayana, ada tamu tuh di lobby." Ros sang operator memberitahuku.
"Siapa Ros?" Informasi dari Ros tidak jelas.
"Gak tahu, gak kenal. Pacar baru ya ciiieee." Ros berusaha menggodaku.
"Apa sih Ros, berisik." Sambil menuju ke lobby tak kuhiraukan godaan Ros.
"Eh Ayana, doyan yang endut-endut ya sekarang haha." Tak puas Ros menggodaku sampai harus berteriak supaya yang lain tahu. Dasar Ros jahil.
Sepertinya itu Ombes dan ya dialah yang kulihat duduk di sofa lobby.
"Hey Ndut, kamu jadi dateng. Eh ini hujan loh. Kamu hujan-hujanan." Tanyaku cemas.
"Gpp ko Mbem, keujanan dikit aja. Keujanan deket-deket sini kok. Yang penting ini aman gak keujanan." Sambil dia mengeluarkan dua box coklat yang dia buat sendiri katanya.
Selain baik hati dia juga suka memasak. Termasuk membuat coklat kreasinya sendiri.
"Ya ampun demi ini kamu mau jauh-jauh kesini kehujanan pula." Gak habis pikir aku dibuatnya.
"Ya gpp, kan aku udah janji mau bikin coklat ini buat kamu." Katanya sambil menyerahkan kotak coklat itu padaku.
"Ya tapi kan kamu bisa anter coklatnya nanti aja. Jangan pas hujan-hujan begini." Keluhku.
"Tadi di cikutra cerah kok, mana aku tahu di Kopo tiba-tiba hujan. Aku gpp kok Mbem. Liat ga basah kan bajuku. Lagian aku harus kasih coklat itu sekarang biar lemburan kamu cepat selesai. Coklat itu biar jadi penyemangat kamu malam ini." Tuh kan manis banget Ombesmu ini Nona.
"Thank you ya Ndut. Kamu baik banget." Pipiku memerah sepertinya.
"Sama-sama Mbem. Ya udah gih balik lagi kerja. Biar cepet selesai lemburannya. Aku balik dulu ya. Hujan nya udah reda kayanya. Jangan lupa dimakan coklatnya ya." Ombes mengingatkanku lagi.
"Oke." Aku berjalan menuju lift sebelum dia berteriak.
"Mbem ..." panggil Ombes.
"Apa lagi Ndut? Ada yang ketinggalan." Aku membatalkan menekan tombol untuk membuka lift.
"Gak, aku lupa itu coklatnya satu box buat kamu, satu box lagi buat Nona. Jangan dimakan semua loh, bagi-bagi Nona. Nanti kamu gendut. Biar aku aja yang Ndut kamu mah Mbem aja." Haha Ombes berusaha menggoda, lucu ya dia.
"Iiihhh Ndut apaan sih garing tau. Udah sana pulang. Aku mau kerja lagi. Iya nanti satu box nya aku simpan buat Nona. Tenang aja." Sambil masuk lift kuusir Ombes dari kantorku.
Setelah itu dia pulang dan aku kembali ke meja kerjaku.
Bukan hanya coklat itu sebenarnya yang membuatku senang, sebelumnya Ombes juga pernah membawakanku minuman yang sedang hits pada jaman itu. Paket minuman itu tiba-tiba sudah ada di atas meja kerjaku. Dengan secarik kertas berisi kata-kata penyemangat yang membuatku meleleh.
Hi Mbem, semangat ya kerjanya. Jangan skip makan dan istirahat. Ini kubawakan minuman coklat supaya harimu semakin manis. Jangan dibuang ya, tapi dihabiskan. Hehe... Ndut.
Suatu hari lainnya.
"Hey Mbem besok minggu kamu ada acara?" Ombes memberiku pesan singkat hari itu.
"Kayanya enggak sih Ndut, kenapa?" Jawabku singkat.
"Kita ajak Nona jalan yuk, ada kafe coklat yang harus kamu sama Nona cobain, kalian pasti suka." Ombes mengajak kita jalan-jalan Nona.