SAMPAI NANTI SAATNYA TIBA

sbwjsnd
Chapter #31

#31 - Untuk 10 Tahun Yang Terabaikan

Sekitar lima atau enam tahun yang lalu.

Aku pernah mendapatkan amplop lebaran darinya disuatu malam takbiran yang sudah kulupa tahun kapan. Yang pasti kamu masih berumur kurang dari 5 tahun waktu itu. Aku tahu amplop itu buat kamu. Dia datang disuatu malam dengan niat ingin sekalian melihatmu. Tapi sayang, lagi-lagi waktunya tak tepat, kamu sudah tidur.

"Ini THR untuk Nona ya, ingat UNTUK NONA!" Dia mengulang perkataannya dengan tegas.

Aku memberinya senyuman palsu saat menerimanya, "Iya, terima kasih."

Ingat juga dia, setelah beberapa purnama. Tumben! celetukku dalam hati.

Juga Sarcastic smile, ya senyuman lainnya yang kuberikan saat itu. Senyuman tipis sedikit sinis yang menandakan bahwa aku tidak suka dengan apa yang dia katakan seolah-olah dia tak percaya padaku. Dia takut isi dari amplop yang dia berikan itu akan aku salah gunakan. Haha, Anda bercanda Tuan!!!

Dari penampakannya saja sudah terprediksi berapa banyak isinya. Tak perlulah dia ketakutan setengah mati dengan menekankan kata UNTUK NONA! Kalau saja yang aku terima adalah amplop coklat setebal 5 atau 10 cm yang isinya juga pasti tebal, maka patutlah dia khawatir haha. Tapi itu pun masih kurang jika dibandingkan dengan kewajibannya sebagai ayah selama 5 tahun dalam hidupmu yang tak pernah terealisasi.

Tak berlama-lama, tak berhasil menemuimu sesegera mungkin diapun berpamitan. Dan, sebelum meninggalkan pekarangan rumah kita lagi-lagi dia mengingatkanku untuk siapa amplop itu.

Duh, please deh! geramku.

Memangnya berapa sih isinya? Aku sangat bisa merasakan pertemuan jari telunjuk dan ibu jariku diantara sehelai amplop itu. Kedua jariku saling menekan satu sama lain. Penasaran, kubuka saja sesaat setelah dia berlalu dari pandanganku, akupun belum sempat masuk ke dalam rumah, masih di teras.

Wow! Tiga lembar kertas berwana biru didalamnya. Alhamdulillah, untuk mengganti biaya hidupmu selama lima tahun kebelakang. Subhanallah! Sungguh ironis!

Hey Nona besok kita jangan makan opor ayam, makan bakso aja yuk! Kayanya enak tuh bakso dengan kuah pedes manis setelah sebulan berpuasa. Segerrr hehe. Candaku dalam hati sambil masuk ke dalam rumah dan mengakhiri malam takbiran ini dengan lawakan yang garing dan renyah seperti kerupuk, karya ayahmu yang "terkasih" itu.

***

Sepuluh tahun, tak perlu bersusah payah menghitung kuantitas pertemuan kalian. Mungkin dalam sepuluh jari tangan yang kita punya pun rasanya terlalu amazing. Selama hidup kamu hanya bertemu dengannya sebanyak hmm ... tak lebih dari 5 kali. Ah aku lupa berapa kali angka pastinya, tapi yang sangat aku ingat lima jari saja sudah cukup untuk menjadi media penghitung manual pertemuan antara anak dan ayah.

Kalau bertemu saja bisa dihitung dengan lima jari, coba bayangkan berapa jumlah kasih sayang yang sudah diterimamu darinya? Nafkah? Hmm ... tak perlu lagi ditanya. Ngakunya anak orang tajir tapi memberi uang jajan untuk anak saja rasanya seperti mencari buah rambutan disaat bukan musimnya alias LANGKA!

Jam 4 sore di kantorku.

Rasanya sudah suntuk. Kerjaan sudah beres, lalu apa yang harus aku lakukan untuk melawan rasa bosan dan ngantuk di satu jam terakhir ini. Tiba-tiba saja getaran terasa di atas meja kerjaku. Itu pesan singkat dari Kakakku Irma. Tak curiga apapun, mungkin dia ingin menitipkan sesuatu, biasanya titip beli makanan untuk makan malam ayah nanti.

Kubuka dan kubaca dengan santai.

Irma : Aya, Yoga ada di rumah. Nona ketakutan nih! Gak mau ketemu ayahnya.

Deg ... hatiku langsung bergetar, detak jantungku menjadi sangat kencang. Aku mulai panik dan parno. Apa yang dia lakukan dirumahku. Tumben-tumbenan dia bisa datang sore-sore begini dan mendadak pula. Beberapa kali dia datang disaat tidak tepat, malam hari.

Lihat selengkapnya