Ini ceritaku soal dunia pendidikan yang kita alami dulu. Jelas tiap orang memiliki pengalaman dan penilaiannya masing-masing mengenai dunia pendidikan di negara ini.
Tapi inilah kisah kita!
Entah kenapa aku tidak suka dengan sistem pendidikan di negara kita. Faktanya tahun itu dunia pendidikan membuat kita terjebak dalam masa sulit. Aneh, perbaikan mutu katanya, mutu apa? Yang ada malah membuat sebagian pihak merasa dirugikan. Untung bagi mereka yang tempat tinggalnya berdekatan dengan sekolah. Yang tingkat kecerdasannya di level rendah pun bisa dengan leluasa masuk sekolah unggulan.
Ingin menghilangkan istilah sekolah unggulan biar tidak ada kesenjangan sosial dalam bersekolah, katanya semua sekolah sama. Realitanya istilah itu di masyarakat tetap ada, gengsi tetap berkobar di jiwa mereka. Hanya karena jaraknya yang dekat dengan rumah siapapun bisa masuk ke sekolah unggulan. Soal kepintaran itu belakangan. Sementara pelajar yang sesungguhnya berprestasi harus kecewa dan menangis bahkan sampai depresi karena tak dapat masuk ke sekolah yang dicita-citakan. Hanya karena sekolah mereka terlalu jauh dari rumah. Kasihan!
Nampaknya ada yang tidak seimbang disini. Yang benar saja hanya karena jarak, hak dan mimpi mereka untuk masuk ke sekolah yang dianggap unggul menjadi benar-benar mimpi disiang bolong belaka. Tak adil! Sekolah unggulan sudah pasti didalamnya serba unggul, soal pendidikan, guru-guru dan fasilitasnya tentu sangat mumpuni bagi para siswa yang memang memiliki keunggulan di otaknya. Mana mau mereka menyia-nyiakan otak cerdasnya di sekolah biasa saja dengan guru dan fasilitas sekolah yang biasa saja. Jargon sekolah unggulan tak bisa dihilangkan begitu saja dalam sekejap.
Dan, wahai para tuan dan nyonya yang telah merancang dan membuat keputusan sistem pendidikan kala itu. Perkenalkan saya adalah salah satu orang tua murid yang membenci sistem zonasi itu! Benci!!!
Aku ingin sekali bertanya pada penguasa di dunia pendidikan di negeri ini. Kenapa harus dibuat sistem zonasi? Kenapa??? Anda pikir kualiatas sekolah dan guru-guru di negeri ini sudah merata sampai ke pelosok-pelosok. Tentu tidak! Masih jauh pak/bu, banyak PR-nya. Tak usah lah membicarakan pelosok nan jauh disana, dalam satu kota pun saya yakin kualitas pendidikannya belum merata.
Faktanya banyak anak-anak sekolah yang mengeluh, itu tadi yang berprestasi justru harus kecewa karena tidak dapat masuk sekolah impian. Banyak orang tua murid mengeluh karena anaknya yang pintar tidak bisa masuk ke sekolah unggulan. Bahkan guru-gurunya pun ikut mengeluh karena setelah sistem zonasi mereka harus ekstra usaha untuk mengajarkan murid-muridnya yang tak sepandai murid andalannya terdahulu. Harusnya bisa mengajar dengan kecepatan kereta supaya sampai ke tempat tujuan, eh karena zonasi kecepatan mereka harus turun level karena ada muridnya yang bebal dengan kecepatan sekelas becak yang dikayuh manual dengan kaki manusia. Kapan sampainya? Semuanya hanya karena jarak!
Enak saja Anda memutuskan begitu saja tanpa memikirkan permasalahan-permasalahan recehnya. Ya justru karena receh jadinya tak masalah bagi anda. Tapi yang receh itu justru berharga bagi kami.