Aku mengayuh sepeda di tepi jalanan, hari ini tak ada kegiatan lain sepulang sekolah. Tina sudah menerima permintaan maafku, tapi ia menolak tawaran untuk pergi bermain karena hari ini ia ada urusan penting. Tak jauh berbeda dengan Aldo yang harus mengantar ibunya belanja.
Setelah menempuh perjalanan yang cukup melelahkan karena adanya dukungan dari terik matahari, akhirnya aku sampai ke rumah. Baru saja aku menurunkan standar, presensi seorang gadis sudah mengalihkan atensi. Dia berdiri dari bangku di halaman rumahku dengan senyuman cerah.
"Hai, Bim!" Sapanya.
Aku mengulas senyum sambil refleks menggaruk tengkuk, agak terkejut dengan kehadirannya. Apa kita sudah sedekat ini sampai kepulanganku perlu disambut?
"Kamu nungguin aku?"
"Iya, kebetulan aku lagi baca di luar juga," jawabnya.
Aku mengangguk pelan, kemudian meminta izin untuk masuk ke rumah dulu sebelum berbincang. Beberapa menit kemudian aku keluar membawa dua bungkus es krim dari toko Gembira.
"Nih, buat kamu," tuturku seraya memberikan sebungkus es padanya, Triani menerima dengan raut wajah gembira.
"Makasih ya Bim, aku seneng banget bisa punya temen sebaik kamu."
"Hah? Apaan? Biasa aja," tuturku cepat. Tak mau dipuji seperti itu, memalukan.
"Gimana sekolah?" Triani kembali melempar pertanyaan. Aku merasa dia jadi lebih banyak bicara, apa pendekatanku berhasil?
"Ya, nggak ada yang spesial," jawabku seadanya.
"Bang anterin aku ke rumah temen dong mau main ...!" Langkah Cika memelan di ambang pintu kala melihat kehadiran Triani di sampingku, raut wajahnya yang mulanya tampak memaksa, kini berubah sok manis. "Eh, ada kak Triani," ucapnya dengan nada bicara yang lebih halus.
Aku merotasikan mata. "Ih, idi kik Triini," ledekku.
Cika mengembungkan pipinya dan bersiap memberikan jurus tendangan seribu bayangan. Aku sudah membuat pertahanan di kursi.
"Ayo Bang anterin, jangan pacaran mulu—"
"WAWAWAWA," potongku cepat, tidak Aldo tidak Cika mereka sama saja, berbicara seenak jidat di depan Triani. "Pergi sendiri aja, memang aku supirmu?"
"Aku bilangin Mama ya?"
"Yaudah, ntar gak kujemput."
"Bang!!" Rengek Cika.
Aku tertawa melihatnya. "Ntar aku traktir bakso pak Edi, gimana? Tapi kamu berangkat sendiri."