Siang terik kala itu, langit terlihat ganas merah menyala, seolah siap melahap mereka yang bersalah. Nampaknya, awan tak cukup kuat menahan amarah langit yang tengah bergejolak. Akibatnya, langit menghembuskan angin yang teramat panas. Tanah di bawahnya terpanggang, terkena imbas langit yang tengah kesal. Suara bising dan hiruk pikuk kegiatan manusia, menambah pelik hati sang langit. Matahari malah terus mengolok-olok langit, karenanya amarah sang langit semakin menjadi-jadi.
Syahdan, tepat pada siang tengah hari itu, di mana rumah sakit tengah sibuk dan sedang ramai-ramainya. Datang seorang istri dan suaminya yang terlihat berkeringat. Sang suami membopong istri tercintanya masuk ke rumah sakit tersebut. Dengan penuh harap, sang suami mendekap istri dengan cinta dan haru. Kehamilan sang istri membuatnya sukar untuk berjalan, sehingga sang suami harus menbopongnya. Suster yang melihat mereka berdua dengan sigap membantu sang suami, lalu membawa mereka ke bagian persalinan.
Sang suami menemani sang istri ke ruang bersalin. Dokter dan suster sudah siap untuk melangsungkan proses kelahiran. Dokter memulai proses tersebut dan memberitahu sang ibu untuk jangan lupa bernapas serta terus berusaha sekuat tenaga untuk bertahan. Sang Istri sangat berkeringat, sakit, pedih. Sang istri menjerit kesakitan. Dia merasakan tubuhnya terkoyak habis, namun ia ingat kalau perjuangannya ini adalah untuk si buah hati. Sang suami yang berada di sampingnya terus menggenggam tangan sang istri sambil mencoba terus memberikan dukungan kepada sang istrinya.