"Selamat pagi Pak Satpam." sapa Jingga kepada seorang satpam yang tengah berjaga di depan gerbang sekolah.
"Selamat pagi juga Neng Jingga." balas Pak Satpam.
Jingga memang dikenal ceria, selalu tersenyum setiap saat. Dia juga gadis ramah, selalu menyapa semua orang bahkan yang tidak dikenalinya. Tak heran banyak orang menyukai Jingga, entah karena wajah cantiknya ataupun keramahannya.
"Hai Neng Jingga." sapa segerombolan laki-laki. Mereka berjalan di samping Jingga. Jingga hanya tersenyum dan menunjukkan telapak tangan sembari menggerakkan jemarinya.
Sampai di kelas, ada beberapa surat dan beberapa coklat serta bunga mendarat di mejanya. Jingga tersenyum. Lantas mengambil seluruh surat dan berjalan ke depan kelas untuk membuangnya ke tong sampah.
"Eh eh!" Orin berlari menghampiri Jingga.
"Kebiasaan kan?"
"Sini-sini!" Orin merebut paksa surat yang ada di tangan Jingga, membawanya kembali ke kelas.
"Kalo nggak bisa suka sama orang, setidaknya menghargai!" seru Orin.
"Iya Orin."
"Asal lo tahu ya, tumpukan surat lo di rumah gue itu udah banyak, udah ada 2 kotak yang isinya cuma surat-surat penggemar lo dari SMP!"
"Lagian gue kan nggak nyuruh lo koleksi semua itu!"
"Siapa tahu..."
"Ada jodoh gue di sana." lanjut Jingga seakan-akan hafal kalimat yang akan disampaikan Orin.
Orin tersenyum puas, dan menghela nafas lega. Dia lantas duduk di kursinya, memakan cokelat milik Jingga yang ada di meja. Memang sudah menjadi kebiasaan Orin untuk menghabiskan makanan-makanan di meja Jingga. Katanya harus menghargai pemberian orang lain.
"Eh, tapi akhir-akhir ini ada yang aneh tahu?"
"Aneh gimana?"
"Kan biasanya setiap surat ada namanya tuh ya, lah udah gue perhatiin dari minggu kemaren ada dua surat tapi nama pengirimannya nggak ditulis, cuma pakai gambar perahu gitu. Aneh kan?"
"Enggak. Biasa aja." balas Jingga.
"Heran gue sama lo! Gimana mau dapet pacar!"
"Gue itu nunggu..."
"Pangeran berkuda putih." lanjut Orin, saking hafalnya ucapan Jingga.
"Lo mau tahu nggak?"
"Apa?"
"Semalem gue belajar bareng Sam." balasan Jingga membuat Orin menghela nafas panjang.
"Terserah lo bocah kecil!" Orin meninggalkan Jingga dan berjalan ke luar kelas.
"Yang gue bilang kan beneran, kenapa nggak pernah percaya?"
***
Siang hari ini di kantin seperti biasa, Jingga dan Orin duduk. Memesan bakso kesukaannya. Hari ini cukup panas, entah karena terik matahari atau karena ruangan ini banyak terisi manusia.
"Rin, lo pernah nggak ngeliat Sam pergi ke kantin?"
"Nggak pernah. Dia kan misterius, mana mau pergi ke kantin yang ramai kaya gini."
"Iya juga sih."
"Oke, besok gue bawain Sam makanan." lanjut Jingga dengan semangat.
"Terserah lo! Palingan Sam nggak bakalan mau."
"Orin, nggak boleh negatif thinking. Nggak baik."
"Iya iya, makan tuh baksonya. Kalau nggak mau biar gue yang habisin."
"Enak aja, gue juga laper!" seru Jingga.
***
Sepulang sekolah, Jingga dan Orin berjalan bersama menuju gerbang sekolah. Keadaan sekolah cukup ramai, banyak siswa yang sudah mengantre di parkiran. Banyak juga yang berdiri di depan gerbang.
Jingga menengok kanan kiri belakang, seperti sedang mencari seseorang. Dia berjalan nampak tak fokus, hingga tali sepatunya terinjak kakinya sendiri. Alhasil dia terjatuh, membuat beberapa anak laki-laki menghampirinya.
"Jingga!" salah satu dari mereka ingin membantu Jingga berdiri, namun tangannya ditepis oleh Orin, membuat lelaki itu mulai menjauh karena takut pada Orin.
Orin memang dikenal tomboi dan menakutkan. Apalagi sewaktu kelas 10 dia pernah bertengkar dengan teman lelaki kelasnya gara-gara meminum jamu datang bulan Orin. Sejak saat itu banyak yang takut padanya, tak hanya di kalangan wanita tapi juga di kalangan lelaki.
"Lo jalannya kenapa nggak fokus sih?"