Seperti biasa, rutinitas pagi yang dilakukan Jingga adalah membereskan surat-surat di mejanya. Jingga tak pernah membaca surat itu satu persatu, malah Orin dengan rajinnya membaca semua surat-surat Jingga tanpa disuruh.
"Sini!" perintah seorang wanita yang baru saja datang. Tak lain adalah Orin. Orin mengambil beberapa surat di tangan Jingga. Lantas menaruhnya di dalam laci.
"Eh mau kemana?"
"Ke kelas Sam."
"Mau apa?" Jingga menunjukkan sebuah kotak makan berwarna biru.
"Buat Sam?" Jingga mengangguk cepat dan berjalan keluar. Orin tak bisa tinggal diam, dia melepas tasnya dan berlari menyusul Jingga.
Sampai di kelas Sam, Jingga berhenti berjalan. Ruang kelas Sam telah ramai dihuni anak-anak. Jingga mendadak mematung di depan pintu, tak bergerak sedikitpun.
"Kenapa?" tanya Orin.
"Deg-degan." balas Jingga.
"Baru kali ini gue liat lo deg-degan?"
"Jangan-jangan?" lanjut Orin dengan tatapan licik.
"Nggak usah mikir aneh-aneh!" seru Jingga.
Lantas Jingga berjalan memasuki kelas Sam, seisi kelas memandangnya. Kali ini Jingga menjadi sorotan utama. Jingga menelusuri pandangan, mencari seseorang yang tengah dicari. Tatapannya berhenti pada Dimas, teman sebangku Sam.
"Sam mana?"
"Belum berangkat." balas Dimas.
"Kok udah jam segini belum berangkat?"
"Nggak tahu. Mau apa sih?"
Dari balik pintu, seorang lelaki berjalan menggunakan earphone sebelah seperti biasa. Tangannya membawa sebuah buku tebal. Dia berjalan mendekat ke arah Jingga. Wajahnya berubah heran, melihat seorang gadis tengah berdiri di depan tempat duduknya. Kali ini pandangan seisi kelas berpusat padanya dan juga Jingga.
"Ngapain kamu?" tanya Sam.
"Cari kamu."
"Mau apa?"
"Ngasih ini." Jingga menunjukkan kotak makan berwarna biru. Dengan senyuman seperti biasa, dia memberikannya kepada Sam. Sam tampak bingung, apalagi mereka menjadi pusat perhatian.
"Emang saya minta dibawain makanan?"
"Ini inisiatif saya, karena kamu udah mau ngajarin saya kimia." balas Jingga, membuat seisi kelas ramai berbisik-bisik.
Mereka yang menyaksikan hanya bisa melongo di tempat. Banyak yang tak percaya karena manusia semacam Sam jarang sekali berbaur dengan teman lainnya, apalagi seorang wanita. Tapi kali ini mereka dibuat heran dengan kenyataan bahwa Sam mau mengajari wanita, apalagi seorang Jingga yang selama ini dikenal primadona sekolah.
Jingga berjalan meninggalkan kelas Sam dengan senyum sumringah. Dia menarik tangan Orin yang sejak tadi berdiri di depan pintu bersama kerumunan.
"Kok Sam nggak nolak?"
"Ya enggak lah, kan gue yang ngasih." balas Jingga.
"Apa dia termasuk fans lo?"
"Tapi nggak mungkin sih." lanjut Orin.
"Mungkin aja."
"Kalo mungkin, Sam nggak bakalan ngebiarin lo rengek-rengek minta diajarin kimia!" ucap Orin, membuat Jingga berfikir keras.
Sam memang dikenal misterius, tapi sebetulnya ia juga banyak disukai kalangan wanita. Pasalnya dia cerdas dan tampan, meskipun sikapnya sangat dingin dan tak mau berbaur dengan banyak orang.
Jingga berjalan ke arah kelas mendahului Orin. Dari jauh terlihat seorang guru lelaki tengah berdiri di depan pintu kelas mereka. Guru itu berkacak pinggang menyaksikan kedua muridnya masih berjalan, padahal bel pelajaran sudah berbunyi lama.
"Kalian darimana toh?" tanya beliau.
"Dari..." ucap Jingga.
"Dari kamar mandi pak." lanjut Orin.
"Ya udah masuk. Oh iya, Jingga nanti istirahat pertama ke ruangan saya." Jingga mengangguk.
Beliau adalah Pak Dahlan, guru kimia sekaligus wali kelas Jingga. Pak Dahlan dikenal guru yang unik dan asik. Dari penampilannya saja sangat berbeda. Beliau sering mengenakan blangkon, pakaian kejawen dan logat berbicaranya sangat meyakinkan bahwa beliau orang Jawa. Pak Dahlan adalah guru kimia yang cinta budaya.
Saat jam istirahat pertama Jingga langsung ke ruangan guru, menuruti perintah Pak Dahlan untuk menemuinya. Dia melewati kelas Sam dan menengok ke dalam kelasnya, namun Sam tak ada di sana.
Sampai di ruang guru, Jingga tak langsung masuk. Dia berdiri di samping pintu, mengumpulkan banyak tenaga karena dia tahu apa yang akan dibicarakan Pak Dahlan. Jingga mulai melangkah masuk, pandangannya lurus ke bawah. Tak disadari dia menabrak dada seseorang. Sontak membuatnya kaget dan mendongak ke atas.