"Nih." suara seseorang menghentikan laju menulis Jingga. Jingga melirik, pandangannya berhenti pada dua kotak yang mendarat tepat di atas mejanya.
"Makasih Orin." seru Jingga menoleh ke samping tempat duduk.
"Tumben pagi-pagi udah belajar aja?"
"Jam pertama ulangan kimia Orin. Lo udah belajar belum?"
"Udah lah. Lagian nilai gue masih mending-mending aja lah daripada lo."
"Sombong amat!" seru Jingga.
Beberapa saat setelah itu bel berbunyi. Jingga segera menutup bukunya dan memasukkan ke dalam tas bersama dengan kotak suratnya.
Dari luar kelas, seorang guru lelaki paruh baya tak lain adalah Pak Dahlan berjalan membawa banyak tumpukan kertas di tangannya. Dia melangkah melewati pintu kelas dan berhenti di tempat duduknya.
"Selamat pagi anak-anak." sapa beliau menggunakan logat Jawa-nya.
"Selamat pagi Pak."
"Kita mulai saja ulangannya. Kosongkan meja kalian kecuali bolpoin, kalau ada buku silahkan dimasukan dulu. Jangan ada yang menyontek ataupun membawa contekan. Ingat, nilai sedikit hasil usaha sendiri itu lebih baik daripada nilai tinggi tapi hasil nyontek." tegas Pak Dahlan.
Pak Dahlan mulai mengelilingi ruangan, membagikan kertas ke semua siswa. Beberapa siswa yang sudah dibagi dengan segera mulai mengerjakan, beberapa lainnya masih duduk manis menanti kertas ulangan.
Tepat di tempat duduk Jingga, Pak Dahlan menatap Jingga. Jingga yang merasa dirinya tengah di tatap seketika membenarkan posisi duduknya.
"Jingga, minimal 72. KKM." tegas Pak Dahlan.
"Iya Pak." balas Jingga sama tegasnya dengan tidak meninggalkan senyuman di bibirnya.
Pak Dahlan mulai mengeliling lagi, dan berhenti di barisan paling belakang. Beliau kembali berjalan ke tempat duduknya.
"Waktu kalian 45 menit." ujar beliau.
Keadaan kelas kini berubah sunyi, menyisakan jarum jam dan tiupan angin dari kipas yang menyala. Semua siswa terlihat sibuk dengan aktivitas mengerjakannya masing-masing. Ada yang terlihat sangat serius, ada pula yang terlihat biasa-biasa saja.
Jingga di bangku paling ujung kini terlihat fokus. Matanya tak beralih dari kertas dihadapannya. Tangannya sibuk mencoret-coret kertas kosong yang sengaja disediakan sebelum nantinya dipindah ke kertas ulangan.
Orin di sebelahnya juga tak kalah fokus. Meski wanita itu di cap tomboi oleh seisi sekolah, namun dia juga lumayan pintar kimia jika dibandingkan dengan Jingga.
Tidak terasa 45 menit berlalu dengan ditandai pergantian jam pelajaran. Semua siswa mengumpulkan kertas ujiannya langsung ke meja guru, dimana Pak Dahlan kini tengah merapikan tumpukan kertas itu.
Setelah mengerjakan ulangan, Pak Dahlan membebaskan siswanya untuk istirahat. Sebagian dari mereka memilih kantin untuk mengisi kekosongan perut akibat berpikir keras, sebagian lainnya pun memilih tetap di kelas dengan ponselnya masing-masing.
"Mau kemana?" tanya Orin menyadari Jingga beranjak dari tempat duduknya.
"Ke kantin."
"Nitip air mineral ya!" teriak Orin menyaksikan punggung Jingga berjalan menjauh.
Jingga melangkah keluar dari kelas. Wanita itu berjalan ke arah kantin yang tidak jauh dari ruang kelasnya. Sesampainya di kantin, dia memesan semangkuk bakso seperti biasa dan duduk di bangku sembari menunggu pesanannya tiba.
Belum lama duduk, mata Jingga yang semula mengitari kantin kini berpusat pada lelaki yang berjalan ke arah perpustakaan tepat di seberang kantin. Tubuh Jingga sontak beranjak berdiri dan mengikuti arah langkah lelaki itu.
Jingga melirik jam di pergelangan tangannya, namun jarum jam belum menunjukkan waktu istirahat. Lantas untuk apa dia datang sendirian ke perpustakaan?
Wanita itu membuka pintu kaca yang menjadi sekat. Dia berjalan perlahan agar mengurangi suara yang ditimbulkan dari sepatunya. Matanya mengeliling, mencari lelaki yang diikutinya. Dia menemukan sosok itu tengah duduk di lorong paling akhir dengan rak buku paling ujung. Jingga mendekatinya perlahan.
"Jadi seorang Sam bisa bolos pelajaran juga?" ucap Jingga lirih dengan kedua tangan berkacak pinggang.
Lelaki yang semula sibuk membaca kini mendongakkan wajah, mendapati seorang wanita berdiri di depannya.
Lelaki itu tak menggubris apapun. Tak ada sepatah kata yang terlontar dari bibirnya. Dia kembali menundukkan wajah agar matanya dapat kembali membaca seperti semula. Tanpa berpikir panjang, Jingga meraih buku seadanya dan duduk di samping lelaki itu.
"Sam, kamu bolos pelajaran?" tanya Jingga.
"Nggak."
"Terus kenapa bisa di sini? Ini kan belum bel istirahat?"
"Terus kamu ngapain di sini?" Sam bertanya balik tanpa menoleh sedikitpun.
"Ngikutin kamu. Tadinya saya mau makan bakso terus liat kamu ke sini ya udah saya ikutin aja."
"Kenapa harus ikutin saya?"
"Nggak tahu. Kaya ada yang nyuruh aja gitu buat ikutin kamu." balas Jingga polos.
Sam tak menjawab. Lelaki itu kembali fokus menekuni bukunya. Sesekali dia melepas kacamata dan membersihkannya menggunakan dasi. Jingga yang duduk di sebelahnya hanya bisa diam sembari mengamati diam-diam.
"Sam?" lirih Jingga.
"Kenapa kamu suka baca buku?" tanya Jingga. Sam menoleh, membenarkan posisi duduknya. Wajah Sam dengan wajah Jingga kini hanya berjarak beberapa jengkal.
"Alasannya sama kaya jatuh cinta." balas Sam. Lelaki itu lantas bangun dari tempat duduknya.
"Tapi saya belum pernah jatuh cinta." ucap Jingga membekukan kaki Sam yang semula akan melangkah. Sam menoleh ke arah Jingga, wanita mungil itu terlihat lebih mungil ketika tengah duduk seperti itu. Sam hanya tersenyum kecil dan meninggalkan Jingga.
"Sama kaya jatuh cinta? Maksudnya?" lirih Jingga. Wanita itu lantas ikut berdiri dan meletakkan kembali buku yang di ambilnya ke tempat semula.
Jingga meninggalkan perpustakaan, matanya tertuju pada punggung lelaki yang telah berjalan jauh. Kini perkataan Sam berhasil membuat Jingga berpikir keras mengenai jatuh cinta.
***
Sepulang sekolah, Jingga tak langsung pulang ke rumah. Dia memilih menghabiskan waktu hingga sore di kedai kopi yang biasa dia kunjungi.
Setelah turun dari mobil, kakinya melangkah memasuki kedai. Dia mendorong pintu kaca kuat-kuat. Lantas sesampainya di dalam, dia kembali menutup pintu kaca itu.
"Selamat siang Nona Jingga." sapa seorang barista.
"Selamat siang juga Kak. Jingga mau kopi seperti biasa ya Kak." ucap Jingga.