Sanaya ( Cinta anak yang terabaikan)

Nanang Alis
Chapter #3

Chapter tanpa judul #3

Suara nyamuk yang bergerumuh terdengar jelas di telinga Sanaya. Gadis lima belas tahun itu, mengenakan celana panjang juga kaos lengan panjang lengkap dengan topinya. Ia membantu memunguti kelapa jatuh dalam kebun seluas satu hektar itu sambil sesekali mengibaskan nyamuk yang mulai mengikuti wajahnya.

"Bulan depan kamu sudah masuk SMA, tapi ibumu belum mengabari berapa akan mengirim uang untuk perlengkapan juga biaya pendaftaran". Sanaya yang semula tak mengingat ibunya, harus kembali merasakan kesedihan. Ia tahu betapa susahnya menjadi ibunya. Sanaya mulai mengerti jika posisi ibunya selama inilah yang mempersulit keadaan. Ibunya tidak mungkin melawan pada suaminya.

"Sanaya akan bantu bibi kerja apapun untuk mendapatkan uang".

" Bagus, kalau bisa jangan kesekolah tiap hari. Toh ujiannya sudah selesai. Besok sampai tiga hari kedepan bibi akan bekerja di rumah pak kades. Gajinya lumayan, kamu bantu bibi beres-beres rumah karena minggu depan anak pak kades mau nikah".

Sanaya hanya mengangguk. Kedua matanya terasa berat. Bukan karena mengantuk, tapi Sanaya merasa beban di kepalanya terlalu penuh.

Setelah menyelesaikan pekerjaan di kebun belakang rumah, Sanaya bergegas pulang. Ia mandi lalu rebahan sebentar di kasur sambil menunggu masakan bibinya kelar.

"Sanaya, ayo makan".

Sanaya duduk di kursi menatap menu hari ini.

" Tidak ada ikan. Adanya sayur. Kita harus menghemat agar kekurangan kamu pas masuk sekolah tidak terlalu banyak ".

Tidak masalah bagi Sanaya. Ia hanya sedih, seumur hidup ia belum pernah merasakan bagaimana rasanya makan dengan kedua orang tua kandungnya. Ayahnya entah ke mana. Tapi bagi Sanaya sama saja. Ada ayah ataupun tidak , tak ada bedanya lagi. Ayah kanyalah sosok gelap yang bahkan bayangannya pun tidak bisa Sanaya temui.

Hari berjalan begitu cepat. Sanaya mulai mempersiapkan diri untuk memasuki jenjang yang lebih tinggi dalam pendidikannya. Hari itu, ia dan bibi Hana ke kota. Membeli seragam ,buku, juga tas.

"Sepatumu nanti bibi bawa ke tukang jahit. Kalau uangnya sudah ada, baru kita beli".

Sanaya lagi-lagi mengangguk. Ia sudah merasa senang melihat seragam barunya.

" Coba ukur bajunya ".

Hana begitu bersemangat setelah mereka sampai rumah. Sebenarnya ia sangat menyayangi Sanaya, hanya perkataannya yang kadang susah untuk di kontrol jika ia sedang merasa lelah atau terbebani oleh sesuatu.

" Sudah cocok. Sedikit kebesaran tapi lebih bagus begini. Tahun depan kamu tidak perlu mengganti seragam lagi".Sanaya sumringah. Baru kali ini ia bisa tersenyum. Ia begitu bahagia akan bertemu dengan teman baru juga suasana baru.

* * *

Lihat selengkapnya