"Pulang yuk".
" Ah nggak usah. Saya ada jemputan. Ini buru-buru soalnya bibi sudah menunggu di depan".
Sanaya mengemas bukunya dengan cepat.
"Dah, Hanan".
Sanaya berlari, berharap langsung mendapat angkot begitu ia sampai di jalan poros. Ia tidak ingin membuat masalah dengan bibinya jika harus menerima tawaran Hanan.
" Hanan, nebeng ya. Sopir di rumah lagi cuti". Hanan hanya mengangguk, menerima permintaan Nirmala. Mubazir jika jok motornya kosong juga.
Siang itu, tepat pukul dua siang Sanaya sudah sampai rumah. Bibinya sedang tidak ada di rumah. Mungkin ada yang memanggilnya untuk kerja harian. Biasanya ,bibinya mencuci pakaian sekaligus menyetrika.
Sanaya mengganti pakaiannya di kamar dan bergegas menuju dapur. Perutnya sudah sangat keroncongan, sudah ingin di isi.
"Tidak ada apa-apa".Sanaya menggumam lesu. Ia membuka kotak beras, berniat untuk memasak tapi tidak sebiji beras pun di sana. Padahal, pagi tadi bibinya baru saja mengantar kelapa ke pasar Sentral. Seharusnya uangnya cukup untuk beli lima kilo beras. Bahkan bisa saja lebih.
Sanaya kali ke kamarnya setelah menenggak dua gelas air putih. Setidaknya perutnya sedikit terganjal sambil menunggu bibinya pulang.
"Sanaya, bangun sudah malam".
Hana yang baru saja sampai membangunkan Sanaya di kamarnya. Gadis lima belas tahun itu langsung bangun dari ranjang dan berlari menutup semua jendela rumah sebelum bibinya mengomel.
" Maaf, bibi lupa membeli beras. Kamu pasti sangat lapar. Untuk malam ini, kita makan pemberian dari kerabat pak sekdes di kota yang juga mengadakan pesta. Bibi baru saja bekerja harian, lumayan hanya membantu menggosok piring seharian dapat seratus ribu".