“La, temeni aku ke dokter yuk.” ajak Brenda lewat ponsel. Ela kaget di seberang sana.
“Apa? Ke dokter? Kamu hamil?” Mata Ela terbelalak.
“Yee, enak aja. Kamu makin ngeres aja pikirannya. Aku mau ketemu dokter Daniel. Kata temenku dia pernah menangani anak-anak autis,”
“Kamu mau memeriksakan dirimu? Apakah kamu autis atau tidak?”
“Elaaa! Jangan bercanda ah. Kalau nggak mau ya sudah!” Brenda sewot.
“Ok deh nona manis … Gitu aja udah kejang-kejang. Nanti cepat tua loh …”
Brenda nyolot. “Biarin!”
“Ya udah … tunggu aku.”
Brenda membelokkan setir motornya ke kanan menuju rumah sakit. Ia menunggu Ela di lobby dengan gelisah. Lima belas menit kemudian Ela datang menghampiri Brenda yang cembetut. Kakinya udah kesemutan.
“Lama amat sih ..?” sungutnya.
“Sorry, Nda ... Aku terjebak macet. Kenapa kamu nggak masuk aja?”
“Aku phobia berhadapan sama dokter,” Brenda bangkit dari duduknya. Ia mengetuk pintu ruang dr. Daniel. Setelah dipersilahkan masuk, Brenda dan Ela duduk manis. Brenda bertanya-tanya seputar penyakit autis. Bagaimana penyakit itu bisa menyerang dan bagaimana awalnya. Bagaimana pula peran orang tua ketika penderita autis menanjak remaja dan dewasa.
“Yang pasti autis itu bukan penyakit, tapi berupa gangguan perkembangan. Autistic Spectrum Disorder adalah gangguan perkembangan fungsi otak yang kompleks dan sangat bervariasi, biasanya gangguan perkembangan ini meliputi cara berkomunikasi, berinteraksi sosial dan kemampuan berimajinasi.”
“Apa sangkut pautnya dengan makanan, Dok?”
“Ada yang menyebutkan bahwa autisme disebabkan oleh kontaminasi makanan yang salah atau lingkungan yang terkontaminasi zat-zat beracun seperti logam berat yang mengakibatkan kerusakan pada usus besar. Apakah faktor genetika atau faktor lain. Yang jelas kita harus menjaga makanan. Makanan yang tidak sehat dan mengandung mercuri dan plumbum serta bahan kimia lainnya.”
“Ohh...” Brenda manggut-manggut.
“Ada kalanya orangtua tidak sadar anak penyandang Autis bakal memasuki masa remaja penuh gejolak. Jika tidak dipersiapkan dengan baik akan muncul banyak masalah karena ketidakmampuan interaksi sosial pada diri anak.”
Brenda manggut-manggut lagi. Dr. Daniel melanjutkan kata-katanya.
“Autis diklasifikasikan sebagai ketidak normalan perkembangan otak yang menyebabkan hambatan interaksi sosial."
“Apa yang harus dilakukan orangtua, Dok?”
“Untuk itu, kiranya perlu bagi para orang tua secara bijaksana membantu mereka untuk dapat mengenalkan seks sesuai dengan usia mereka."
Brenda manggut-manggut. Dirasa sudah cukup penjelasan dr. Daniel, ia pamit.
“Terima kasih, Dok. Saya pikir sudah cukup penjelasan yang dokter paparkan tadi. Sekali lagi terima kasih, dok. Kami permisi dulu,”
“Sama-sama. Saya akan membantu bila anda membutuhkan saya,”