Pusat perbelanjaan itu dipadati pengunjung. Brenda dan Ela berjalan lenggak-lenggok seperti selebritis yang dikerubuti para fans. Sesekali mata Ela melirik ke etalase. Gaun yang dipajang membuat mata Ela mendelik. Tas sandang yang bentuknya elegan dan Highthills keluaran terbaru. Ia terhenti. Tangannya menarik lengan Brenda.
“Apaan sih?” Brenda melenguh sambil terhenti.
“Tuh …” bibir Ela dimonyongin. Mata Brenda mengikuti bibir Ela yang seperti bibir kuda. Sepatu hak tinggi bermerk.
“Bagus ya, Nda ...” puji Ela. Mata Brenda beralih ke bandrol yang melekat di sol. Tiga juta rupiah? Behh..
“Gila! Nggak ah,” ujarnya. “Aku lagi kere,”
“Duitkan nggak bisa ngomong, Nda.”
“Aku lagi hemat, La,”
“Yee... memangnya siapa yang menyuruhmu beli?”
Brenda memerotkan bibirnya.
“Gimana kalau aku yang memakainya?” ujar Ela kemudian.
“That’s ok. Kamu kan selalu perfect.” sungut Brenda sewot.
Dengan cepat Ela masuk ke toko. Setengah berlari Brenda mengikuti langkah Ela. Gila tuh anak. Shopping aja kerjaannya. Kemarin kan baru beli sepatu? Belanja di butik. Sekarang mau belanja lagi? Iigghh ... dasar Ela.
Tergiur juga Brenda melihat kaki Ela dihiasi hak tinggi keluaran terbaru. Bagus. Pas sekali dengan kaki indah Ela. Brenda hanya bisa mendegut ludahnya. Yah, Ela kan anak orang kaya. Kerjanya juga sudah mapan ketimbang Brenda. Ela membuka usaha di bidang publishing. Ia yang memiliki penerbitan majalah eksklusif di kota Medan. Ela memang jenius. Ia tamatan luar negeri.
“Kamu mau pakai kartu kreditku?” Ela menawari Brenda.
“Ogah ah. Aku pusing bayarnya,”
“Percuma dong kamu mengajar putra seorang wanita pengusaha...”
“Yee ... duitnya juga belum ditransfer, La.” Brenda melipat tangannya. Tiba-tiba saja matanya menangkap sosok cowok di toko yang sama. Baim! Cowok itu menggandeng cewek ABG. Igghh ... Hati Brenda kembat-kembut mau meledak.
“Dasar cowok brengsek!” makinya kecil. “Bisa-bisanya dia memaksaku jadi pacarnya, sementara kelakuannya seperti playboy kelas kakap,” umpat Brenda.
“Nda … kamu kenapa? Bibir kamu kok merat-merot gitu? Lagi kesurupan ya?” Ela yang memperhatikan Brenda jadi heran.
“Enak aja! Tuh, cowok tongkar yang aku ceritain waktu itu. Gila kan?”
Mata Ela mengikuti telunjuk Brenda. “Ya udah, ngapain diambil pusing? Cowok playboy gitu kamu layani,”
“Dia selalu mengganggu kehidupanku, La. Dia memaksaku menerima cintanya. Sinting kan? Cinta itu kan nggak bisa dipaksa. Lagi pula aku nggak suka padanya. Terlalu ambisius. Aku mau melabraknya agar tidak menggangguku lagi,” sungut Brenda sambil menghampiri Baim yang tengah sibuk memilih sepatu.
“Kalian pasangan yang serasi ya,” ujar Brenda mengejutkan Baim. Mata Baim terbelalak melihat sosok Brenda di sampingnya.
“Nda …” gumamnya gagu. Baim salah tingkah. “Ngapain kamu disini?”
“Itu bukan urusanmu! Mulai detik ini kamu jangan menggangguku lagi. Aku sudah tahu siapa dirimu. Dasar playboy nggak tahu diri!” Brenda berlalu dari Baim. Cewek yang ia bawa kontan sewot dan marah-marah. Baim bingung menghadapi situasi seperti itu.
Brenda tersenyum sinis. “Rasain …” rutuknya.