Brenda menerima telpon dari Maryati.
“Ya halo, Tante...” sapa Brenda dengan suara masih parau.
“Pagi, Nda…” sahut Maryati berat.
“Pagi juga, Tante? Ada apa nelpon pagi-pagi sekali?” tanya Brenda penasaran. Maryati menarik nafas berat, lalu berujar pelan.
“Ryan di rumah sakit, Nda…” kata Maryati berat. Ia menggigit bibirnya untuk menahan tangis. Brenda berlonjak kaget.
“Di rumah sakit?” pekik Brenda tidak percaya. “Ya Allah, Tante… apa yang terjadi dengan Ryan?” tanyanya kemudian.
“Ryan dihajar di ruang tahanan. Polisi menjemputnya malam tadi…”
Brenda terlihat bingung sambil berjalan monda-mandir. Ia merasa kasihan dan merasa perlakuan polisi tidak adil.
“Kenapa bisa jadi begini, Tante?” tanya Brenda parau.
Maryati menggeleng pelan. “Entahlah, Nda. Tante juga nggak tahu. Mungkin ini sudah takdir anak saya,”
“Ssttt... jangan ngomong begitu, Tante... Kita berdoa semoga Ryan baik-baik saja. Saya akan menjenguk Ryan, Tante. Di rumah sakit mana?”
“Terima kasih, Nda… Kamu baik sekali… Ryan di rumah sakit Colombia Asia,”
“Sama-sama, Tante… Saya akan meluncur kesana,”
Klik. Brenda menutup ponselnya dengan pikiran tak menentu. Ia buru-buru ke kamar mandi dan membersihkan tubuhnya. Setelah itu ia meluncur ke rumah sakit.
###
Pagi-pagi sekali Brenda sudah tiba di rumah sakit. Ia menemui Maryati yang duduk di ruang tunggu dengan mata terlihat sembab karena menangis semalaman.
“Kamu sudah datang, Nda?” sapa Maryati dengan suara berat.
Brenda mengangguk seraya tersenyum.
“Bagaimana keadaan Ryan, Tante..?” tanya Brenda ingin tahu.
“Ryan belum sadar,”
“Oh...” Brenda duduk di samping Maryati.
“Ryan mendapatkan jahitan di lengannya,”
“Separah itu?”
Maryati mengangguk. “Mereka menghajar anak saya, Nda. Saya nggak bisa membayangkan mengapa hal itu bisa terjadi,”
“Sabarlah, Tante. Saya juga minta maaf. Ini semua berawal dari saya. Kalau saja waktu itu saya tidak mengajak Ryan keluar, mungkin hal ini tidak akan terjadi,”
“Kamu nggak salah, Nda… Ryan memang sangat perlu tahu dunia luar. Sudah lama saya tidak mengajaknya keluar,”
Sejenak situasi hening.
“Kalau begitu saya melihat Ryan dulu, Tante...”
Maryati mengangguk pelan “Ya…”
Brenda masuk ke ruang Ryan, lalu duduk di kursi. Ia memerhatikan wajah Ryan yang penuh luka. Kepalanya diperban dan lengannya terlihat bengkak. Keadaan Ryan sangat memperihatinkan.