Brenda terpaku saat Ela sibuk mengolesi sunblock di lengannya. Ela memperhatikan Brenda yang terlihat murung. Entah pikiran apalagi yang mengusiknya. Ela mendekati Brenda dan bertanya dengan ragu.
“Kamu kenapa sih, Nda? Melamun mulu?” tanya Ela, sambil mencomot kentang goreng di atas meja. Brenda menghela berat dan melenguh dengan sedikit kesal. Ia bingung dengan tawaran Maryati.
“Ugh.... aku terpaksa menerima tawaran Maryati, La.” kata Brenda memelas. Saat ini ia sangat membutuhkan uang itu.
“Kamu sudah menyetujuinya?” tanya Ela memastikan.
Brenda mengangguk pelan. “Terpaksa.” ujarnya sambil menyedot minumannya. Ia memperhatikan sepasang kekasih yang berendam di kolam.
“Ya ampun, Nda...” Ela menepuk jidatnya. “Kenapa kamu lakukan itu?” Ela mengerutkan keningnya lalu menggeleng pelan.
“Kamu mau melunasi hutang-hutangku? Hutangku banyak sekali. La. Aku tidak tahu lagi cari duit di mana?”
“Tapi tidak dengan cara begini kan, Nda? Itu sama saja menjebloskan masa depanmu hanya karena duit. Apa kamu mencintai Ryan?”
Brenda diam sejenak, lalu berujar kesal. “Ugh... aku bingung, Laaaa.”
Ela menggeleng-gelengkan kepalanya mendengar keputusan Brenda. Ini bukan sosok sahabatnya. Brenda itu seorang gadis modis, fashionable, pintar dan cantik. Ia harus menerima cowok seperti Ryan, itu sama aja bunuh diri.
“Aku menjalani ini hanya sebulan kok, La. Setelah itu aku terbebas dari Ryan.”
“Itu akan menjadi masalah besar buatmu, Nda. Kamu akan semakin merasa kesepian jika jauh dari Ryan dan kamu akan benar-benar jatuh cinta padanya. Mereka pasti akan menuntut lebih padamu.”
“Itu tidak akan terjadi, La.”
“Kamu yakin?”
“Entahlah.”
Brenda meraih sunblock dari tangan Ela lalu mengolesinya di kaki dan lengan tangannya. Ela nyebur duluan di kolam sambil mengepak-ngepakkan tangannya. Menyelam lalu timbul di ujung kolam.
Brenda kembali terpaku dengan pikiran menerawang jauh.
“Oh Tuhan... apakah masa depanku harus seperti ini?” gumamnya pelan. Kemudian ia nyebur di kolam sambil berenang gaya atlet terkenal. Tidak banyak yang mereka perbincangkan.
Pukul tujuh malam mereka keluar dari kolam menuju mobil masing-masing. Ela hanya berharap Brenda mampu mengontrol dirinya. Setelah berenang, mereka pun keluar dari arena kolam renang. Ela pamit lebih dulu karena dijemput Reynold. Sedangkan Brenda hanya memperhatikan kepergian mobil mereka.
Brenda singgah sebentar ke mesin ATM dan matanya terbelalak kaget melihat angka di rekeningnya. Dua ratus juta rupiah. Sedikit girang namun ada rasa sesak di dadanya. Uang itu akan ia gunakan untuk melunasi sebagian hutang-hutangnya di bank. Kalau hanya bersandiwara selama sebulan saja, Brenda masih bisa mentolerir. Ini juga demi Ryan.
Brenda kembali menyusuri jalan hitam dengan hati riang. Gak sabar rasanya ingin memberitahu Ela. Tapi sayang ponsel Ela nggak aktif. Terdengar nada tulalit. Brenda meletakkan ponselnya di dashboard kiri dan memutar ke kanan memasuki gerbang rumahnya.
###
“Halo, La… Kamu kemana aja sih?” tanya Brenda melalui ponselnya.