Sang Biduan Kota Kembang

Rudie Chakil
Chapter #5

Kritik Membangun

“Hmmm, dalam video kali ini, aku bakalan kasih reaksi dan komentar, untuk cover lagu yang lagi viral…”

Di depan layar laptop, mulut dua orang remaja itu hampir saja terbuka lebar kala sedang menonton konten YouTube milik seorang artis terkenal. Dahulu ia adalah salah satu Lady Rocker bersuara merdu, yang kini sudah menutup aurat dan hidup bahagia bersama keluarganya.

Salah seorang remaja langsung menutup mulut kala namanya disebut di dalam video milik akun YouTube tersebut. Yaitu video tentang ‘My Reaction’ dari Sang Lady Rocker. Baru-baru ini, legenda hidup itu tertarik untuk menjadi YouTubers. Dasarnya memang orang Top dengan banyak lagu-lagu yang disukai oleh orang se-Indonesia, maka, hanya dengan beberapa tayangan video, subscribersnya sudah mencapai 1,5 juta subscribers.

Nah, Lady Rocker itu memberikan reaksi dan komentarnya pada lagu yang dicover oleh Devia. Bagaimana hal itu tidak merupakan ‘super ambassador’?

Yah... Hanya dengan itu nama Devia melambung cukup tinggi untuk seorang anak kampung yang awalnya tidak dikenal siapa-siapa.

“Hahahaha...” gadis itu tertawa sembari menyaksikan layar laptop dengan saksama. Sore hari pukul 15.45, ketika ia sedang berada di rumah Rensa selepas pulang sekolah.

“Nanti aja nontonnya sih,” kata Rensa, seraya menekan pause dengan mouse di tangannya.

“Rensa…, rese, ih, gue mau nonton dulu,” Devia berusaha kembali mengambil mouse.

“Dev…, kita kan mau diskusi, buat lagu yang mau lo cover.” Remaja laki-laki berkaos abu-abu itu menyembunyikan mouse di tangannya.

“Iya, sebentar doang, kok,” tangan Devia terus berusaha mengambil.

“Udah sih, nanti nonton sendiri aja di rumah.”

Rumah Rensa memang dijadikan Basecamp untuk tempat mereka berkarya. Sore itu, di kursi ruang tamu, mereka hendak diskusi untuk masalah konten, namun seorang teman sekolahnya ada yang mengabarkan, bahwa video ViaLestarii diberikan tanggapan oleh penyanyi terkenal asal Kota Kembang, yang langsung mereka saksikan bersama.

“Rensa, rese banget, sih.” Tangan Devia menarik kembali kabel mouse.

“Tok, tok, tok, Assalamualaikum.” Suara seorang perempuan terdengar dari pintu rumah.

“Waalaikumsalam,” mereka menjawab.

Rensa beranjak untuk membuka pintu lebih lebar, kemudian mempersilakan perempuan itu masuk.

Devia menengok, melihat siapa yang datang. Sebentar kemudian ia mengamati orang yang seperti ia kenal.

“Anna.” Devia memanggil.

“Haii, Viaa...” Anna masuk, lalu duduk di depannya.

Rosdiana Pujawati — 14 tahun — seorang teman sekolah mereka yang lebih sering dipanggil Anna. Gadis berkulit sawo matang itu berada satu kelas dengan Rensa, yaitu kelas 8C, sementara Devia berada di kelas 8B.

Rensa duduk kembali di tempat semula, yaitu di kursi panjang yang juga diduduki oleh Devia.

“Anna ke sini sengaja gue undang, Dev. Dari pertama lo nyanyi, dia udah ngasih komentar.” Rensa membuka percakapan.

Devia yang sedang membaca komentar di video Lady Rocker itu langsung menengok.

“Oh, iya, Na. Kenapa tuh?” dan beralih kepada Anna.

“Sebenernya sih nggak terlalu penting, Vii. Tapi gue mau kasih kritik dan saran aja.”

“Oh, iya.” Devia melepaskan mouse dari tangannya, lalu mengarahkan badan pada Anna.

“Sebelumnya, gue mau ngucapin selamat yaa, lo bisa bikin geger satu sekolah,” kata Anna, yang sudah berganti pakaian dengan baju Overall berwarna biru muda. Sementara Devia masih berseragam sekolah.

“Makasih, Anna.” Devia tersenyum.

“Gini, Vii… suara lo kan udah bagus nih, tapi, hmmm,” gadis berambut ikal itu menahan bicara.

“Kenapa?” tanya Devia tidak sabaran.

“Penampilan lo yang masih kurang. Ini mah kritik sekaligus masukan buat ke depannya aja. Lo ngerti kan maksud gue?”

“Hmmm,” Devia berpikir.

“Iya.., tapi jujur ya, Anna. Saat ini gue belum mampu buat beli baju-baju yang bagus, karena gue belum punya uang. Gue juga pengen penampilan yang lebih baik,” balas Devia.

“Iya, gue tau, Vii. Sebenernya sih bukan masalah baju yang bagus, tapi paling gak supaya terlihat sedikit rapi dan enak dipandang aja, kalo menurut gue, sih,” kata Anna, membuat Devia terdiam.

Anna kemudian melanjutkan, “Gue ngerti. Lo juga pasti tau kalo penampilan itu penting banget, kan?” pernyataan Anna menyentuh rasa sensitif Si Devia. “Gue cuma ngingetin aja, kok. Karena gue care sama lo.”

“Tapi..., emang gue jelek banget yah?” nada bicara Devia sudah terasa lain, seperti orang yang sudah mulai kesal.

“Bukan gitu, Deviaa.” Kedua tangan Anna ikut membantu mengatakan tidak.

“Yaa, gue sebagai temen cuma berusaha buat ngomong apa adanya, terserah lo mau denger apa enggak. Keputusan ada di tangan lo.” Tenang Anna bicara, karena ia tahu sedikit sifat Devia yang agak sensitif. Anna adalah siswa rangking 1 di kelasnya Rensa. Rensa sendiri rangking 9, walaupun tidak pernah belajar.

“Iya, makasih lo dah peduli sama gue, tapi lo kan gak tau,” Devia berbicara cepat sambil menatap tajam padanya.

“Gini, lho, Vii, maksud gue itu…” bersamaan dengan Devia yang sedang bicara, Anna coba beri penjelasan.

“Woy, woy, woy…” Tangan kanan Rensa menampik udara. “Lo berdua apaan sih? Dasar cewek!”

Seketika Devia dan Anna terdiam. Rensa langsung menoleh pada Devia.

“Dev, denger yaa. Anna itu peduli sama lo. Harusnya lo tahu itu dong, bukannya malah marah,” ucap Rensa, sang tokoh kunci dibalik naiknya nama Devia ke permukaan.

Devia hampir saja terbengong mendengar Rensa bicara seperti itu. Sedang, Anna melirik dan tersenyum kecil pada Rensa.

“Orang yang mau dikritik adalah orang yang mau maju. Kritik itu penting banget buat lo. Coba deh lo pikir sendiri, gimana para artis itu dihujat sama orang? Gimana Andhika kangen band itu di-bully? Gimana Dee Lestari yang awalnya dari indie? Serius dong, Dev,” lanjutnya, membuat Devia berpikir sehat.

Sejenak mereka terdiam, sampai Devia menarik napas panjang.

“Iya, iya, maap, gue jadi baper,” gumam Devia seraya menengok pada Anna.

“By the way, thank you yaa, Na. Lo bener kok, bahwa penampilan itu emang penting.” Devia mulai tersenyum. “Semoga ke depannya gue bisa lebih baik lagi.”

“Iya, sorry, Vii, karena YouTube itu kan video, pasti menampilkan gambar. Orang-orang kan bukan cuma denger suara lo, tapi juga lihat penampilan lo. Sayang, kan, kalau hanya penampilan lo yang kurang sesuai, orang jadi males liatnya.” Santai Anna bicara.

“Iya…” Devia menunduk. “Makasih banget, udah mau ingetin gue. Lo emang temen yang baik,” lanjutnya.

Rensa dan Anna saling berpandangan, lalu keduanya serempak melihat Devia.

“Lo kok berdua jadi ngelihatin gue sih?”

“Hahaha.” Mereka terbahak.

“Oke, kita bahas lagu lagi. Oh ya, menurut lo, lagu apa lagi nih yang mau gue nyanyiin?” seru Devia pada Anna.

“Sebentar…, gue pikirin dulu.”

Lihat selengkapnya