Sang Biduan Kota Kembang

Rudie Chakil
Chapter #14

Epilog

Tiga Tahun Kemudian

“Gimana ceritanya yaa, Mbak. Semuanya ngalir begitu aja.”

“Bakat nyanyi sih udah ada dari kecil, cuma dulu aku gak punya cita-cita sama sekali untuk jadi penyanyi. Soalnya aku pikir kalo jadi penyanyi, nantinya paling cuma jadi biduan kampung aja, sama kayak Mamahku.”

“Semua video cover dan smule udah aku hapus, karena aku menghargai penciptanya. Sekarang lebih ke konten yang bisa menghibur aja sih. Tapi karena sekarang udah agak sibuk, jadi ngisinya bisa dua bulan sekali, hahaha. Yang pasti, sampai sekarang aku tetap jadi YouTubers. Karena biar gimana pun aku besar dari YouTube, aku gak mau lupain YouTube.”

“Hahaha, kita pacaran apa enggak? Silakan tanya sendiri aja deh sama orangnya. Aku mah bersyukur aja, karena dari gosip itu aku bisa lebih dikenal sama publik.”

“Kalo sampai sekarang ini belum banyak banget sih, Tante, baru beberapa kota besar aja. Tapi lumayan lah.”

“Hal yang paling membanggakan yah. Hmmm, Alhamdulillah, aku bisa beliin Mamah mobil.”

“Yah…, seperti yang Om tahu. Awalnya, Via kan cuma cover lagu lewat YouTube. Kebetulan ada saudara di Bandung yang mau bantu semua prosesnya. Sambil terus cover lagu, Via jadi biduan dangdut sama jadi pengamen jalanan di Bandung. Namanya juga orang lagi usaha ya, Om, apapun yang bisa dilakuin selagi itu dapat uang yah Via mau. Alhamdulillah, udah jalan selama beberapa bulan, nama Via mulai bisa dikenal di YouTube.”

“Aduh…, jangankan Kakak. Aku aja sampai sekarang masih gak percaya kok. Beneran dehh. Setelah itu baru aku dikontrak sama Label sampai sekarang ini. Makanya tadi aku bilang kan sama Kakak, kalo keberuntungan itu jadi hal yang pertama. Aku bisa kenal sama Nathan juga karena sebuah keberuntungan.”

“Kalo anak-anak Bandung, sore hati tuh pada suka main gitar di pinggir jalan. Biasanya, kalau aku lewat mereka suka panggil-panggil, terus aku ikutan nyanyi. Suatu ketika ada sahabat aku yang suka main gitar, ngiringin aku nyanyi. Nah, dia inilah yang dorong aku supaya mau ngembangin bakat. Dia juga yang terus ngebujuk aku, sampai akhirnya aku mau.”

“Menurut aku dendam itu penting. Bukan dendam untuk balas dendam, tapi dendam hanya untuk ngebuktiin, gitu.”

“Via orangnya gak gampang puas. Dulu aja waktu jadi pengamen, Via gak puas cuma jadi pengamen. Hahaha. Jadi, kalo ditanya tentang rencana ke depan, kayaknya masih banyak deh sesuatu yang mau Via lakuin, dan harus Via lakuin.”

“Wah, beda banget, Kak. Beda 180 derajat. Kalo dulu jarang banget ada yang mau main sama aku. Aku gak pernah kayak cabe-cabean yang banyak teman, terus suka jalan-jalan sambil goncengan motor bertiga, gitu. Kakak bayangin deh, masa sih ada temen ngomong gini, ‘Gue nggak perlu lo ada sekarang, yang penting nanti kalo gue lagi susah, baru lo harus ada’. Kakak pernah gak ngerasain ada teman Kakak yang ngomong kayak gitu? Tapi serius, itu aku rasain, Kak. Ada lagi yang ngomong, ‘Ya udah, biasa aja sih, lagian lo pengen banget jadi orang terkenal. Gue juga gak butuh kali, punya teman orang terkenal’. Terserah lo dah. Hahaha. Sampai detik ini aku masih ingat semua omongan teman-teman aku sendiri, Kak. Aku sebenarnya gak mau ngomong jelek sama teman-teman aku sendiri, tapi itulah kenyataan yang udah aku alami.”

“Ini satu-satunya peninggalan Ayah saat aku masih kecil. Aku cerita…, gak ada maksud apapun, gak ada pengen narik simpatik dari siapapun. Semua yang udah aku ceritain yah kenyataan. Aku gak pernah meminta, jadi orang yang melalui masa kecil tanpa sosok ayah. Dulu, kalau ngomongin masalah ini, aku sensitif sekali. Tapi, lama-lama aku sadar, seseorang gak akan pernah tahu rasanya bahagia, kalo belum terima sama kenyataan. Dari situ aku belajar, yang namanya meratapi nasib itu emang salah. Dalam kalung ini ada doa Mamah, ada harapan Ayah, dan ada tujuan Via.”

Waktu cepat berlalu… sungguh waktu cepat berlalu…

Itulah rentetan pernyataan ‘Sang Single Vokal’ ketika dirinya diundang sebagai bintang tamu dalam acara-acara talkshow, kuis, podcast, dan wawancara lainnya. Wajah dan suaranya acapkali menghiasi layar televisi dan YouTube. Lagu-lagunya kerap disukai, didengar dan dinyanyikan oleh orang banyak.

Terbayar sudah, ketika seseorang menanam apa yang ia tanam, di atas tanah berbenih kesungguhan yang terus disiram oleh air doa dan keberuntungan. Dunia Devia sudah berbeda. Dalam usia yang relatif muda, sepak terjangnya sungguh luar biasa. Mimpi dan harapannya untuk menjadi seorang Diva di bumi paris van java benar-benar terlaksana.

Kini pola pikir, gaya hidup, juga kepribadian Devia sudah berubah secara menyeluruh, seiring kondisi fisik dan penampilannya yang semakin beranjak dewasa. Jika dahulu, ia sering mengeluh, kini ia lebih sering bersyukur. Jika dahulu banyak orang yang meremehkan, sekarang banyak orang yang mengidolakan. Jika dahulu ia menangis karena keinginan sebatas angan, kini ia bahagia karena penuhnya semua kebutuhan.

Namun Devia tetaplah Devia. Menjadi terkenal dan disukai banyak orang tidak membuatnya tinggi hati dan melupakan semua yang pernah terjadi.

Pada suatu ketika di sore hari yang cerah ceria, Devia berat hati ingin sekali berkunjung ke rumah Rensa.

“Metha… temenin gue yuk,” ujarnya pada seorang teman akrab yang berasal dari Jakarta, yang berprofesi sebagai seorang model papan atas. Saking akrabnya dengan Devia, ia sampai rela membeli sebuah rumah di Bandung, dekat tempat tinggal Devia.

Lihat selengkapnya