Sang Buah Hati

Rina dwi apriliana
Chapter #14

Sembilu

Jari-jariku seolah tidak bisa berhenti mengetuk pelan pinggiran wastafel kamar mandi. Beberapa kali aku memejamkan mata. Bahkan hampir tidak mampu melihat pantulan wajahku di depan kaca. Selebihnya aku lebih banyak mengatur nafas untuk meredam rasa gugup yang menyerang. Detik demi detik berlalu. Jantungku bertalu begitu kencang saat aku mulai menoleh ke arah alat testpack yang ku celupkan kedalam wadah yang berisi urin. Dan mataku seketika membulat. Seolah tidak percaya.

"Ya Allah..." lirihku. Aku menutup mulut untuk meredam suara yang keluar.

Aku mengamati sekali lagi alat tersebut dengan seksama. Apa aku salah lihat?

Segera aku membersihkan segala keperluan yang telah ku gunakan. Mempersiapkan diri untuk keluar dengan alat testpack yang ku genggam di tangan kanan.

Keluar dari kamar mandi, aku menoleh ke segala sisi ruang. Sepi. Secepat mungkin aku melangkahkan kaki menuju kamar. Begitu knop pintu terbuka, aku melihat Revan duduk bersila di atas tempat tidur. Ponsel yang tadi dimainkannya diletakkan saat aku masuk dan menutup pintu dari dalam.

Kuangsurkan benda yang sedari tadi ku genggam. Revan terlihat sedikit ragu untuk mengambilnya.

"Garis.. du-dua?"

Beberapa kali Revan menatapku dan benda itu secara bergantian. Kuanggukan kepalaku dengan antusias.

Revan berdiri dan meraih tubuhku untuk didekapnya. Dia menghujani puncak kepala dan keningku dengan kecupan. Bahagia ini benar-benar tidak pernah aku sangka sebelumnya.

"Apa ini aman?" Revan mengurai pelukannya dan meletakkan tangan kanannya di depan perutku yang masih rata.

"Maksudnya?"

"Bukannya perlu waktu satu tahun setelah caesar untuk boleh hamil lagi, Sayang?"

Aku diam. Benar juga. Mengapa aku melupakan itu. Perlahan aku duduk di tepian kasur. Revan mengikuti dan duduk di sebelahku.

Ingatanku berlalu ke waktu itu. Saat aku benar-benar selesai masa nifas yang terbilang lebih cepat. Ya. Aku hanya mengalami masa nifas kurang lebih dalam empat belas hari saja. Setelahnya, bahkan belum genap satu bulan, di tanggal aku menstruasi, aku sudah mendapatkan tamu bulananku di tanggal yang sama seperti sebelum hamil. Entah ini normal atau tidak. Tapi aku merasa baik-baik saja. Bekas operasi yang juga sudah mengering di hari ke sepuluh, membuatku semakin yakin tubuhku sudah kembali optimal.

Dan ya, aku ingat. Waktu itu aku menghubungi Dita. Aku menanyakan obat penyubur kandungan yang mungkin saja bisa aku minum untuk segera dapat hamil kembali. Mungkin terkesan terburu-buru. Tapi, buatku di waktu itu, tidak.

Dan aku hanya meminumnya sekitar tiga tablet waktu itu, lalu aku lupa. Banyak hal yang terjadi, membuatku melupakan keinginanku untuk segera mendapatkan titipan kembali. Apalagi, masalah dengan Mbak Arum bukan masalah yang cukup mudah aku abaikan waktu itu. Lalu, sekarang aku mendapati gejala khas kehamilan yang menurutku terlalu berlebihan. Tapi bukankah setiap kehamilan mempunyai cerita dan gejala khas yang berbeda-beda?

"Tapi, lihat deh Van."

Aku mengangkat lagi hasil testpack dan memperhatikannya dengan seksama.

"Padahal aku baru telat tiga hari. Tapi garis duanya sudah sejelas ini."

Alis Revan bertaut. Ikut memperhatikan benda di tanganku.

"Besok periksa ya." ucapnya kemudian.

Aku mengangguk cepat.

"Bilang apa ya, sama Bapak dan Ibu?"

Revan diam sejenak. Ku tahu dia sedang berfikir.

Lihat selengkapnya