Hari pemeriksaan Reva sudah tiba. Untuk sampai di titik ini, kami harus menunggu antrian panjang. Benar saja jika kami harus mendapatkan jadwal tiga minggu di waktu itu. Itupun Ct Scan dulu yang bisa kami lakukan. Dan satu minggu berikutnya, baru bisa melakukan pemeriksaan EEG. Tidak apa, bagi kami yang menggunakan asuransi murah, segalanya memang butuh sabar, kan?
Aku duduk berdampingan dengan Revan, dan Reva berada dalam gendonganku. Di sebelah kanan kiri kami, ku lihat banyak para pasien yang beberapa diantaranya adalah anak-anak dengan berbagai macam kondisi.
Kemarin, saat kami melakukan pendaftaran poli, kami di sarankan untuk membuat Reva terjaga sebelum melakukan tindakan. Sehingga saat tindakan di lakukan, dia bisa tertidur.
Dan semalam, Reva ku buat tidur sampai larut. Mungkin hampir jam sebelas malam dia baru tidur. Dengan berbagai drama tangisan tentunya. Tidak tega? Tentu saja. Tapi mau bagaimana lagi?
"Jam berapa ini?" bisikku kepada Revan.
Tengkuk kepalaku sudah mulai berdenyut nyeri setiap kali menunggu antrian panjang seperti ini.
Dia menyodorkan pergelangan tangannya. Jam digital menunjukkan pukul sembilan tepat.
Aku menghela nafas. Sedikit kesal krena tidak sesuai jadwal.
Reva sudah menggeliat berulang kali. Sepertinya dia akan terbangun sekarang.
"Van, Reva sudah bangun." bisikku.
Revan hanya tersenyum, kemudian mencium kening Reva pelan.
Gadis kecilku berkedip. Menatapku dengan senyum tipis. Aku memandanginya. Dalam senyumnya, sorot matanya kurasa selalu terlihat kosong.
Beberapa menit berlalu. Ku biarkan Reva tetap bangun. Bagaimana lagi? Toh semua sudah kami lakukan sesuai prosedur. Jikalau sekarang Reva terbangun, yang harus disalahkan ya mengapa jadwalnya mundur bahkan hampir dua jam.
"Atas nama anak Revania Bagasworo."
Aku sedikit tergagap mendengar nama Reva di panggil. Revan berdiri lebih dulu, lalu aku. Kami berdampingan masuk ke dalam sebuah ruangan. Mataku tertuju pada mesin besar berbentuk seperti donat dengan lubang di tengahnya yang dapat dilalui oleh tempat tidur khusus.
Sedikit ku atur nafas. Mendadak aku merasa debar jantungku menjadi lebih cepat. Gugup. Juga takut.
Pemeriksaan sedikit terkendala saat Reva tidak bisa diam. Waktu sedikit terjeda karena harus melalui proses anastesi untuk membuatnya tenang dan tidur sepenuhnya di saat pemeriksaan berlangsung. Setelahnya, dengan memakai baju khusus yang di berikan pihak rumah sakit, dia dibawa masuk kembali ke dalam ruangan pemeriksaan sendiri, tanpa kami.
Aku meremas jemariku. Mulut tidak hentinya merapal berbagai doa yang ku bisa. Aku bahkan tidak bisa duduk tenang untuk menunggu.
Sekitar lima belas menit berlalu, dan perawat memanggil kami untuk menemani Reva di bangsal hingga dia sadar. Hingga akhirnya kami di perbolehkan untuk pulang.
* * *
"Assalamualaikum..."
Kulangkahkan kaki dengan sedikit berat. Rasanya hari ini tetamat lelah.
Revan masih di depan mengambil beberapa perlengkapan si kembar yang sempat kami beli sebelum sampai di rumah.