Rani keluar dari rumah sambil menggendong ranselnya. Dia hendak menyusul teman-temannya yang sudah berangkat meninggalkannya. Rani tidur begitu lama, sedangkan teman-temannya harus bekerja sesuai jadwal. Akhirnya Rani ditinggal rombongannya. Adit menitip pesan ke Pak Barja agar Rani menyusul nanti.
"Mbak, jangan nekat," ucap Pak Barja saat Rani hendak naik sepeda motor bersama Ratna untuk berangkat ke situs.
Rani menoleh lalu menatap Pak Barja dengan tatapan heran.
"Lebih baik Mbak Rani pulang ke Surabaya. Jangan diteruskan, jika tidak ingin terjadi hal yang tak diinginkan," nasihat Pak Barja.
"Apa maksud, Bapak?" tanya Rani urung naik sepeda motor.
Pak Barja menatap Rani dengan tatapan berharap agar tamunya itu mendengarkan nasihatnya.
"Sini, Mbak, ada yang ingin kusampaikan," ajak Pak Barja sambil berjalan menuju teras lalu duduk.
Rani terpaksa mengikuti langkah Pak Barja lalu duduk di samping orang tua itu. Tas ransel besar yang sedari tadi menggantung di punggungnya di taruhnya di samping.
"Mbaknya gak sendirian datang ke sini," ucap Pak Barja dengan wajah serius.
Rani yang awalnya tegang langsung tertawa, keseriusan di wajahnya langsung cair.
"Tentu saja saya gak sendirian, Pak," jawab Rani, "Kan ada teman-teman," lanjut Rani.