Sang Jurnalis

Molena Banana
Chapter #2

Pertemuan Tak Diinginkan

Samia dan seorang rekan kerja laki-lakinya dari rubrik yang sama yaitu entertaiment sampai di tempat acara penghargaan musik yang diadakan setiap tahun. Mereka keluar dari mobil sambil membawa kamera masing-masing. Samia merapikan gaun off-shouldernya yang berwarna hitam polos berpadu kain hitam bermotif bunga emas besar menyebar dari pinggang ke ujung gaun. Ia dan rekan kerjanya berjalan menuju halaman gedung dilaksanakannya acara tersebut.

Samia melihat sekitarnya penuh dengan jurnalis dari berbagai media massa. Semuanya mengenakan busana sesuai code dress yang diminta panitia acara yaitu, baik jurnalis pria maupun wanita harus mengenakan pakaian berwarna gelap.

Pembuat acara penghargaan ini memang sedikit berbeda dengan yang lain. Dia tidak ingin membedakan antara tamu dengan jurnalis, sehingga para jurnalis boleh mengenakan pakaian terbaiknya yang penting berwarna gelap. Ya anggap saja para jurnalis ini datang ke acara penghargaan seperti menghadiri acara kondangan, harus berpakaian bagus, rapi, dan sopan.

Satu per satu para selebritis datang. Beberapa jurnalis langsung menyerbu, mengambil foto mereka. Samia dan rekannya dengan santainya berdiri di tengah keramaian melihat para jurnalis yang selalu bergerombol setiap ada selebritis datang.

Samia menebak, mereka pasti jurnalis pemula. Mereka masih belum tahu selebritis mana yang bisa meramai situs media massa tempat mereka bekerja. Kalau mereka sudah cukup lama berkecimpung di dunia jurnalis, mereka tak perlu menyusahkan diri melakukan itu.

Seketika Samia melihat seorang pria yang dikenalnya. Jaya Praduta, salah satu jurnalis senior yang terkenal di kalangan dunia jurnalis. Lelaki itu sering dijadikan contoh karena prestasinya yang memukau. Tak sedikit jurnalis muda tergerak dan mengagumi beliau, termasuk Samia.

Jaya adalah salah satu motivasi Samia terjun ke profesi ini. Namun enam tahun yang lalu, tanpa sengaja Samia mengetahui sisi gelap idolanya itu. Hal itu membuat Samia menjadi seperti dikhianati secara tidak langsung.

Samia mengalihkan pandangannya. Terlalu lama memandangi lelaki itu akan mendatangkan petaka. Lantas Samia memeriksa hasil jepretannya. Para selebritis yang jadi incarannya sudah ia dapatkan.

“Tahun ini acaranya rame banget ya. Penuh,” ucap seorang laki-laki.

“Benar. Tahun ini penyelenggara mendapat sokongan dana besar, makanya banyak selebritis yang diundang,” ucap Samia sambil memainkan kameranya lalu menoleh ke kiri.

Samia hampir loncat melihat siapa yang di sampingnya. Jaya Praduta, satu-satunya manusia yang tak ingin ia temui tapi naasnya relita tidak peka.

“Halo, Samia. Tak disangka kita ketemu lagi di acara seperti ini.”

Samia menurunkan kameranya. Ia biarkan itu bergelantungan di lehernya. Kemudian ia memasang senyuman ramah di wajahnya.

“Benar.”

“Sudah lama kita tidak ngobrol. Hmmm, kira-kira udah lima tahunan ini, ya kan?”

Tangan kanan Samia meremas kuat gaunnya.

“Ah, ya itu benar. Akhir-akhir ini jadwalku cukup padat, jadi… ya… jarang ada waktu untuk hangout.”

“Usahamu sedang meroket ya.”

“Yaaa begitulah, Pak,” ucap Samia dan tak lupa senyum menutupi isi pikiran dan hatinya saat ini.

“Baguslah.” Jaya menepuk lengan Samia.

Seketika Samia memperhatikan gerakan tangan itu sejenak lalu tersenyum. Ia harus tetap waspada. Ia tak tahu apa yang akan dilakukan lelaki ini di detik atau menit berikutnya.

Lihat selengkapnya