Sang Jurnalis

Molena Banana
Chapter #3

Menginterpiu Seorang Model itu Tidak Mudah

Samia menatap gedung tinggi yang menjulang ke langit. Gedung yang ia perkirakan memiliki puluhan lantai. Gedung agensi model yang berhasil memberi jalan untuk Rain berkarir di bidang permodelan.

Samia menarik napas panjang. Ini bukan pertama kalinya ia mewawancarai seorang model ternama, tapi tetap saja ia merasa gugup. Apalagi Rain Andersson sudah tiga tahun ini sulit diwawancarai. Samia sedikit bertaruh akan keberhasilannya mewawancarai model tampan berdarah setengah Swiss itu.

"Semuanya akan baik-baik saja." Samia meyakinkan dirinya sendiri. "Selama aku bersikap profesional, aku akan baik-baik saja."

Samia menarik napas panjang lagi. Kemudian dia mulai melangkah menuju gedung itu. Jantungnya terus berdegub kencang, tetapi ia abaikan. Pekerjaannya lebih penting dan ia harus mengesampingkan masalah pribadinya.

Samia mendatangi meja resepsionis. Ia memberitahukan kedatangannya dan keinginannya bertemu manajernya Rain yang bernama Kharisma.

Mbak resepsionis segera mengerjakan permintaan Samia. Dia meminta Samia untuk menunggu kedatangan Kharisma di kursi panjang empuk yang disediakan di seberang meja resepsionis.

Samia mengangguk lalu duduk di kursi yang ditunjuk mbak itu. Tak lama kemudian Kharis menghampirinya. Samia segera berdiri dan memberi salam.

Terlukis rasa tak suka di wajah Kharisma. Samia bisa memahami itu, tapi ia tak boleh langsung menyerah. Ia harus mencoba dulu. Mungkin saja pria berkacamata ini akan memberinya ijin.

"Nona Samia, aku akan langsung saja. Tolong pergi dari sini. Rain tidak menerima wawancara apapun."

Samia menggenggam tali tas selempangnya dengan kuat. Samia sudah menduga pria ini akan mengucapkan hal itu. Jangan goyah. Ini baru serangan pertama.

Kau bisa melakukannya, Samia menyemangati diri sendiri.

***

Flashlight kamera berkedip tiap kali fotografer mengambil gambar. Rain sebagai model pemotretan untuk sebuah iklan produk perawatan kulit pria bergaya sesuai instruksi dari pihak pengiklan. Melihat kinerja Rain yang sangat totalitas membuat pihak pengiklan merasa puas.

“Benar-benar sempurna seperti julukannya,” kata salah seorang perempuan dari pihak pengiklan.

“Tak sia-sia kita membuang uang lebih untuk mahakarya seindah ini,” ujar pemilik perusahaan yang mengiklankan produknya.

“Oke, selesai,” ucap si fotografer disambut sukacita semua orang. “Rain, kalau kau ingin melihat hasil jepretannya, kau bisa menemuiku.”

“Iya, terima kasih,” sahut Rain sambil tersenyum yang membuat semua perempuan meleleh.

Rain pergi ke ruang ganti. Ia duduk di depan meja rias lalu seseorang memberikannya handuk. Rain melepas sweater kuningnya kemudian mulai mengusap keringat yang membasahi leher, dada, dan keteknya.

“Apa kalian melihat manajerku?” tanya Rain pada semua orang yang ada di ruangan itu.

“Tadi pak Kharisma keluar menemui seorang wanita,” jawab seorang perempuan.

“Wanita?” Rain membersihkan makeup di wajahnya.

“Iya, jur … jurnalis kalo tidak salah dia memperkenalkan diri.”

“Ah, masa jurnalis sih? Aku yakin dia itu wartawan,” celetuk temen perempuan itu.

“Sama aja sih sebenarnya,” ucap Rain dalam hati.

Rain berdiri dari kursinya. Ia membawa set pakaian baru yang ia ambil dari tas besar yang biasa dibawa Kharisma. Lalu ia mengganti pakaiannya di bilik ganti.

Rain keluar dengan selembar celana jeans hitam, kaos oblong putih dan baju hem lurik zebra berbahan tipis yang menempel di tubuhnya dan dipadukan dengan sepatu putih polos.

“Ken, masukkan barang-barang kita ke mobil. Tunggulah di sana. Aku mau nyusul Kharisma,” ucap Rain pada asistennya Kharisma.

“Baik.”

Rain keluar dari ruang ganti dan tanpa sengaja berpapasan pihak pengiklan yang mengontraknya sebagai bintang iklan mereka. Sang klien ingin mengajaknya berbincang sejenak, tetapi Rain menolaknya dengan halus.

“Maaf, saya harus mengejar jadwal saya hari ini. Maaf tidak bisa menerima tawaran Anda.”

“Kami mengerti. Anda orang yang super sibuk. Saya seharusnya yang meminta maaf. Silahkan.”

Rain sedikit membungkukkan badannya lalu bergegas pergi. Ia menelpon Kharisma menanyakan keberadaannya sambil berlari di koridor gedung.

Kharisma menutup telponnya. Ia menghela napas panjang kemudian berbalik.

“Nona Samia, Rain dalam perjalanan ke sini tanpa tahu apa yang terjadi. Saya minta Anda untuk berhenti memohon untuk mewawancarainya.”

“Saya minta waktu sekitar sepuluh menit saja. Kumohon.”

“Nona Samia!” ucap Kharisma sedikit membentak.

“Beri saya alasan yang kuat. Kuat membuat saya menarik permohonan saya,” ucap Samia sambil menatap kedua mata Kharisma.

Mereka berdua saling bertatapan cukup lama hingga pintu ruangan terbuka dan Rain masuk menghampiri Kharisma.

Lihat selengkapnya