Samia tiba di sebuah rumah makan sederhana. Ia mengecek kembali foto rumah makan yang jadi tujuan artikelnya. Rumah kayu, lantai dalam dan teras terbuat dari semen, dinding dari lembaran-lembaran anyaman rotan yang dipoles anti rayap, jendela-jendela berbentuk seperti pagar dan diberi jaring anti hewan kecil seperti nyamuk dan lalat.
Seketika Samia merasa seperti bernostalgia. Rumah makan seperti itu sudah langka ditemukan. Kebanyakan bermaterial grade A atau B, berjendela kaca tertutup agar pelanggan bisa menikmati suasana di luar, menggunakan pendingin ruangan seperti kipas angin atau AC, serta interior dan eksterior dihiasi dengan berbagai macam keindahan sesuai tema yang dipilih pemilik rumah makan.
Samia tersenyum bangga. Ia menemukan sumber langka yang perlu dilestarikan dan ia bangga bisa menemukannya.
Samia mendaftarkan dirinya lewat mesin yang ada di samping pintu masuk. Ia memesan untuk 1 orang dan kemudian mesin memberitahunya untuk masuk dan mengantri dengan sabar.
Sambil mengantri, Samia memperhatikan interior rumah makan ini. Meja-meja disusun menjadi tiga kelompok. Kelompok ganjil setiap meja untuk empat orang. Sedangkan kelompok genap, setiap meja terdapat dua bangku panjang dari anyaman rotan yang bisa dimuat 4-8 orang. Ornamen anyaman rotan pun disematkan pada setiap meja dan kursi.
Tempat kasir dan pemesanan makanan menyatu jadi satu meja panjang dan letaknya di antara meja makan pelanggan dan dapur. Ada tiga orang berjaga di meja itu untuk melayani pesanan-pesanan pelanggan.
Pelayanannya seperti kafe dan resto makan cepat saji. Setiap pelanggan harus datang sendiri untuk memesan makanannya ke meja itu. Setiap pelanggan yang sudah memesan diberi alarm, jadi ketika pesanan mereka sudah siap, alarm akan berbunyi dan bergetar. Para pelanggan akan berdiri mengambil pesanan mereka sendiri.
Setelah selesai makan, para pelanggan wajib menaruh nampan mereka di atas meja besar sesuai kategori, yaitu sendok dan garpu, piring, gelas, dan cawan saos serta wadah kobokan. Sampah-sampah pun harus dibuang sesuai kategori organik (sisa makanan), kertas/tisu, dan kayu seperti tusuk sate.
Samia merasa terkesan dengan rumah makan ini. Interior dan eksteriornya sangat sederhana dan membuat orang-orang jaman dulu jadi bernostalgia. Sistem pelayanannya mengadopsi rumah makan modern, sehingga rumah makan ini membawa orang ke nuansa jaman dulu dan jaman modern secara bersamaan.
“Next!” ucap pegawai rumah makan ini. Samia segera memasukkan ponselnya ke dalam tas pundaknya, kemudian maju selangkah.
“Permisi, saya Samia dari majalah SWEET mau ketemu Ibu Linda, pemilik rumah makan ini. Saya sudah membuat janji dengan beliau dan beliau meminta saya datang hari ini, diamna saya bisa menemui beliau?” ucap Samia pada salah satu pegawai yang berjaga di meja itu.
“Oh, Mbak bisa masuk lewat pintu khusus karyawan,” ucap pegawai itu sambil mengarahkan tangannya ke kirinya Samia
“Terima kasih.”
Samia keluar dari antrian lalu pergi ke tempat yang ditunjuk pegawai itu. Ada petunjuk “khusus karyawan” di samping pintu masuk ruangan tersebut. Samia menyingkap tirai dan ia terkejut sesaat melihat tak ada pintu dibaliknya.
Samia punya satu kalimat mendesripsikan tempat ia kunjungi. Luas dan tanpa batas.
Tempat ini tak ada sekat-sekat layaknya dapur di rumah makan modern. Kompor-kompor dekat dinding dan bagian tengah khusus memotong-motong dan mengelompokkan bahan mentah untuk setiap masakan. Samia menduga bagian cuci bahan mentah ada di belakang dapur ini.