Perempuan itu masih terpekur di tempatnya, sesak dadanya ketika mengingat sosok yang terbaring abadi di pusara yang ada di hadapannya. Rasanya dia masih belum bisa mempercayai kenyataan suami tercinta berpulang lebih dahulu menghadap yang kuasa.
Dia masih ingat hari terakhir sang suami. Tanpa sakit, tanpa firasat apapun. Hanya sebuah keluhan dari suaminya yang merasa sesak di dadanya. Terburu di kendarainya mobil menuju rumah sakit. Sayang begitu sampai disana dan setelah kata maaf dan terima kasih dari bibir suaminya keluar, pria itu menghembuskan napas terakhirnya. Dengan sebuah senyum yang mengiris hati dan jiwa perempuan itu.
Mentari berduka, kehilangan separuh jiwa dan tempat bersandar. Binggung. Bagaimana menjelaskan pada kedua buah hati tentang ayahnya. Bahkan air matanya tak kunjung keluar, hanya tatapan kosong hingga beberapa hari kemudian.
Janda. Menjadi sebuah kata yang begitu menakutkan baginya. Dia tahu bagaimana pandangan masyarakat untuk perempuan muda penyandang status itu. Banyak negatif dari pada positifnya. Tapi bisakah dia menolak takdir Tuhan. Tidak! Dia tak punya hak untuk itu.