Rindu Yang Tiba-Tiba
Menjelang malam, selepas magrib, faiz sudah berada di rumah. Faiz masih terbayang wajah Nabila dalam bingkai kecil matanya dan ia ingin menyimpan rapi dalam peti jiwanya saat berkenalan tadi. Tutur katanya yang lembut, sorot matanya yang teduh membuat Faiz merasa nyaman berada didekatnya. Walau Faiz tidak tahu siapa dirinya yang sebenarnya namun hatinya seperti mengisyaratkan sesuatu, sesuatu yang ia sendiri tidak mengerti. Ia menyadari sepenuhnya, bahwa cinta terlahir bukan disebabkan karena seringnya berjumpa namun karena cinta datangnya tidak pernah terduga, konon sama-sama misteriusnya dengan kematian.
Malam terus berjalan dan kini semakin larut. Ia belum juga sanggup memejamkan mata; Faiz bangkit dari tempat tidurnya dan kembali meraih buku yang sempat ia pinjam dari perpustakaan sore tadi dan meneruskan membaca sambil menuliskan sesuatu. Berhenti, tangan terdiam sejenak lalu bertanya-tanya dalam hati; “Apa sebenarnya yang telah membuatku terus teringat Nabila? Apa mungkin aku jatuh cinta pada perkenalan pertama? Ah, aneh! Faiz membatin.
Ia masih terus membaca buku itu, mencermati kata demi kata. Sebuah novel yang menyentuh, mengharukan. Disusun dengan kata yang indah, sebuah kisah cinta yang menengelamkan pembaca dan masuk dalam kisah cinta itu, Laila Majnun. Iya, buku itu berjudul Laila Majnun yang ditulis oleh Nizami. Faiz begitu menikmati novel itu, membacanya hingga hampir tengah malam.
Lalu Faiz menuliskan sesuatu dalam lembaran kertas kuning gading;