Sang Martir Cinta

Deni Sutan Bahtiar
Chapter #7

#7 Menunggu Kabar

Menunggu Kabar

Pagi saat matahari mulai menunjukkan keperkasaannya, Faiz keluar dan duduk dibangku bambu reot tepat diteras rumahnya, ia melepaskan pandangan, menatap pepohonan dan bunga-bunga yang menguncup cantik, gerimis jatuh berlahan menyentuh kuncup bunga yang baru saja terbangun, mulai mekar; sementara hati Faiz gelisah mengikuti alunan irama yang tidak menentu. Handphone masih dalam gengamannya dan sesekali ia lihat dan berharap Nabila akan menyapa lebih dulu lewat pesan singkat. Lama ia putar-putar handphone itu, namun hingga siang menjelang handphonenya tidak bergeming,  tidak bersuara, tidak ada berita apapun dan tidak ada pesan dari siapapun. Jenuh berharap kabar, gelisah menanti, Faiz meletakkan handphonenya dibangku bambu dan ia beranjak masuk kedalam rumah lalu mengambil buku dan secangkir kopi panas. Dan saat ia kembali mendekati bangku sambil membuka-buka buku; tiba-tiba Handphonenya berdering, nada pesan berbunyi; cepat mata Faiz mengalihkan pandangan dan langsung menyambar handphone dan segera membukanya, berharap pesan singkat itu dari Nabila. Ya, pesan singkat itu memang dari Nabila;

“Asalamualaikum, apa kabarmu Faiz??”. 

Faiz tersenyum sendiri membaca pesan singkat itu dan ia coba membalas pesan itu dengan cepat. Tanpa meletakan cangkir kopi yang ada ditangan kirinya, sementara buku di apit di bawah ketiaknya.

“Walaikum salam, alhamdulillah kabarku baik. Kamu sendiri apa kabar Nabila?”

Lama tidak ada balasan dari Nabila. Handphone kembali senyap dan ia mencoba kembali membaca buku walau sebenarnya mata dan fikiran tidak seiring sejalan. Disatu sisi, mata menatap rangkaian kata, sementara pikiran tertuju pada seorang gadis. Memang sama sekali tidak sejalan. Cangkir kopi hitam diletakkan di atas meja kayu yang mulai rapuh, berdebu. Matahari mulai meninggi, semburatnya menyentuh bibir cangkir kopi di atas meja. Faiz mengesernya, menyeruput pelan, menghela nafas. Melirik kembali handphonenya yang tetap diam setelah beberapa menit ia membalas pesan singkat.

Sementara waktu shalat duhur segera tiba. Setelah azhan duhur dari Surau ujung gang selesai berkumandang, ia pun segera mengambil air wudlu lalu melaksanakan shalat. Namun saat ia mengangkat tangan untuk bertakbir, handphone yang ia letakkan di atas meja dekat tempat tidurnya menggangunya, berdering; ia berusaha untuk tidak menghiraukannya dan meneruskan shalat hingga usai. Setelah shalatnya benar-benar sempurna, berdoa. Cepat-cepat ia raih handphone, penuh harap. Berharap ada sebuah pesan balasan dari Nabila. Sambil merebahkan tubuhnya di atas kasur, ia membuka pesan singkat itu dengan penuh harap, sementara jatungnya berdekup lebih kencang, senyum tipis. Membuka pesan singkat itu dan membacanya berlahan dengan cermat.

Lihat selengkapnya