Perasaan Yang Belum Terungkap
Hari-hari terus berlalu, mereka berdua mulai sering bertemu walau hanya sekedar berjalan bersama tanpa tujuan lalu berpisah. Atau bertemu diperpustakaan untuk sama-sama membaca buku lalu berpisah, atau ke cafe untuk memesan dan menikmati kopi bersama lalu berpisah. Begitulah yang sering dilakukan dari hari kehari, dari minggu keminggu, bulan. Menikmati waktu bersama tanpa mengatakan rindu, tanpa kata jatuh cinta, apalagi mengucap sayang. Kebersamaan masih terus dijalani, Nabila juga begitu menikmati kebersamaan dengan Faiz walaupun ia belum juga mengerti bahwa laki-laki yang sering berjalan bersama, saling bercerita, menyapa, sebenarnya telah jatuh cinta. Faiz menjalani kebersamaan itu dari hari kehari, tanpa berani mengungkapkan perasaan cinta yang kini telah membuat hatinya merindu, rindunya diam-diam, perasaan yang diam.
Kini sudah enam bulan lamanya sejak pertemuannya kali pertama dengan Nabila di taman itu. Hari-hari yang dilalui bersama, berdua masih tanpa ada kata cinta, masih tanpa ada kata ‘aku rindu’. Walau sebenarnya tidak kuasa lagi Faiz meyimpan semua perasaan itu terlalu lama. Saat ini ia hanya bisa berjanji pada dirinya sendiri, dalam hati, ‘bahwa suatu saat nanti seluruh perasaannya akan ia katakan pada Nabila bahwa ia telah jatuh cinta, jatuh cinta pada pertemuan pertama’. Tapi ia juga menyadari bahwa tidak semua mimpi akan menjadi kenyataan. Namun dengan tekad, Faiz akan mencoba dan berusaha agar mimpi itu menjadi nyata. Ia tidak ingin menyerah.
Satu minggu setelah pertemuan kesekian kalinya di cafe untuk menikmati kopi bersama, Faiz masih belum mengungkapkan perasaan cintanya. Ia masih ragu, ia masih bimbang. Ia khawatir jika mengungkapkan perasaannya justru hanya akan menjauhkan kebersamaan, akan memutuskan komunikasi karena penolakan dari Nabila, lalu berubah menjadi kebencian, atau hanya memilih persahabatan. Faiz benar-benar takut dengan ungkapan cinta dan akibatnya.