Tugu Pandang
Pagi itu, Faiz menoleh kedinding, melihat jam, jarum sudah menunjuk angka 9:15, Faiz segera menyiapkan diri, memantapkan hati untuk bertemu dengan Nabila dan mengungkapkan isi hatinya.
Dengan penuh semangat, Faiz memacu motornya menyusuri tengah tebing dan bukit-bukit indah; kabut tipis menyelimuti perkebunan pinus sepanjang jalan yang ia lalui. Dingin tak lagi ia rasa, ia terus melaju demi seorang gadis yang telah membuat hatinya terjatuh, jatuh cinta. Dari kejauhan Nabila tampak telah duduk menungu, di bangku dekat tugu pandang itulah ia menunggu. Matanya terlihat lepas menatap lembah nan indah berselimutkan kabut tipis. Saat motor Faiz sudah mulai mendekat, Faiz-pun memancal rem sepeda motornya dalam-dalam, berderit, membuktikan kampas remnya tidak lagi layak, berlahan-lahan berhenti. Bersamaan dengan itu Nabila pun menoleh ke arah Faiz sambil membuang senyum. Sembari melepas helm Faiz turun menyapa;
“Asalamualaikum, Apa kabar Nabila?”.
“Walaikumsalam, aku baik-baik saja”. Jawabnya, dengan senyum yang mengembang.
“Kamu sudah menunggu lama?” tanya Faiz sambil menjabat tangannya dan menatapnya dalam.
“Belum Faiz, aku belum lama duduk disini baru beberapa menit saja”.
“Boleh aku duduk?” tanya Faiz basa-basi sambil tersenyum.
“Duduklah Faiz, karena aku tahu kamu tidak akan sanggup untuk terus berdiri lama”. candanya sambil tersenyum lebar.
Faiz-pun duduk di atas batu yang sengaja dipahat sebagai tempat para pengunjung duduk dan menikmati pemandangan yang teramat indah itu. Sementara Nabila duduk tepat disamping kanan Faiz. Faiz merasa detak jatungnya semakin cepat berdekup, darah semakin deras mengalir dan ia benar-benar tidak dapat menyembunyikan rasa gembiranya, rasa khawatirnya, rasa takutnya. Sembari menatap lembah nan indah itu Faiz mengawali pembicaran;
“Nabila, aku harap pertemuan ini tidak menggangu kesibukanmu”
“Memangnya kenapa faiz?” Nabila balik bertanya.
“Aku takut kalau-kalau pertemuan ini menggangu kesibukanmu”
“Tidak faiz, aku tidak merasa tergangu, karena kebetulan hari ini perusahaan milik ayahku libur, jadi aku tidak ada kegiatan” jawabnya meyakinkan.
Lama mereka berbincang kesana kemari, bercerita tentang banyak hal; tentang buku, tentang mimpi masa depan, tentang keluarga, tentang kisah yang lucu hingga membuat mereka berdua tertawa bersama. Faiz juga bercerita saat ia akan terjatuh ditikungan tajam setelah jembatan karena begitu buru-buru. Setelah lama berbincang dan nyaris tidak ada lagi pembicaraan, dengan hati berdekub kencang, Faiz berkata;