Rintihan
Disisi yang lain di hati yang berbeda. Faiz merasa tidak sanggup berbuat apa-apa selain meratapi kepedihan serta kekecawaannya, sementara kerinduan yang teramat sangat tidak mampu terbendung. Ia berbaring di kursi teras rumah, merintih dalam dekapan malam, sambil menatap bintang gemintang yang berhamburan, merintih pelan;
“Alangkah cepatnya peredaran waktu memisahkan aku dengan Nabila. Hatiku, langit yang dulu dipenuhi dengan bintang yang berhamburan dan dihiasi dengan semburat purnama kini menjadi kelam, gelap tanpa cahaya. Dulu aku menduga bahwa kebersamaanku dengan Nabila tidak akan ada yang sanggup memisahkan kami berdua, tapi kini takdir telah membuktikan kekuatannya, membuktikan kehebatannya serta memberikan pernyataan bahwa manusia memang tidak berdaya apa-apa di hadapan takdir. Aku memang masih sangat mencintai Nabila, sebuah perasaan cinta yang belum dan tidak akan pernah dianugerahkan pada siapapun selain perasaan cintaku pada Nabila. Tapi sungguh aku tidak dapat berbuat apa-apa selain memohon agar Tuhan tetap memberikan kekuatan pada hati yang hancur ini”.
Kini tidak ada kata-kata lagi yang mampu meredakan kepedihan Faiz, sebuah kepedihan yang membuat mata dan jiwanya seolah buta dan tuli. Dengan kenyataan ini Faiz sudah tidak sanggup lagi melakukan apa-apa untuk mengembalikan kebersamaan yang hilang, kebersamaan yang pernah dijalani berdua. Hanya kekuatan takdir Tuhan yang dapat mendampingi setiap langkahnya, hanya Dia yang memiliki kekuatan dalam dirinya. Kini Faiz menghabiskan waktu dalam kepasrahan diri kepada Tuhan lewat lantunan doa penuh harap.
Nabila seolah telah menjadi hewan buruan baginya yang justru buruan itu membuatnya tidak berdaya. Sungguh cobaan ini terasa berat olehnya, dalam lantunan doa ia berucap;
“Tuhan, jika kebahagiaan memang tidak pantas aku harapkan, untuk apa aku hidup hanya untuk menderita seperti ini, kenapa tidak Engkau ambil saja ruhku agar aku bisa menemukan kebahagiaan abadi bersama-Mu. Apalah artinya cinta ini jika pada akhirnya justru memurkaiku”.
Dalam rana dan dukanya, Faiz masih berharap Tuhan akan mempertemukan cintanya dengan cinta Nabila agar tidak ada lagi duka dan air mata yang menimpa.
Baginya Nabila adalah orang yang paling mulia dalam jiwanya sejak itu, kini dan yang akan datang. Namun Faiz berharap Nabila dapat memaafkannya karena dialah Nabila menjadi celaan banyak orang bahkan orang tuanya sendiri karena telah mencintai laki-laki yang papa, laki-laki yang tidak sebanding. Faiz menyadari bahwa Nabila tidak pernah bersalah dalam hal ini dan Nabila adalah orang yang baik. Namun cinta yang telah mempertemukan mereka adalah diluar dugaan mereka sebelumnya.
Ia sering menuliskan kata-kata dalam lembaran buku hariannya;
“Nabila telah menjadi teman tersayangku sejak bertemu kali pertama hingga saat ini. Tiada hukuman yang begitu berat seberat penderitaan yang aku rasakan saat ini, penderitaan karena jauh dari orang yang aku cintai, orang yang aku sayangi. Jika kepergianku dari sisi Nabila memang diharapkan oleh banyak orang maka aku akan pergi. Namun kepergianku bukan dengan hati yang kosong, namun kepergianku dengan membawa seluruh rasa yang selama ini ia tahu”.
Bagi Faiz, Cinta untuk Nabila adalah bagian dari hidupnya, ia mengalir dalam nadi sebagaimana yang diajarkan oleh seorang ibu lewat aliran air susunya. Ia membiarkah waktu terus berlalu tanpa ada kekasih disisinya, namun cintanya akan terus bertahan. Karena hanya cinta sejatilah yang nyata, yang nyala apinya akan selalu berkobar selamanya, tidak akan pernah padam.
Setelah gagal mendapatkan Nabila dalam pinangannya, Faiz mendapatkan dukungan dari teman-temannya terutama sahabat lamanya Dimas. Dimas mendengar tragedi penolakan itu, ia cepat-cepat menjumpai Faiz dan mencoba menguatkan hatinya. Dimas teman kuliahnya dulu, sengaja mendatangi rumah Faiz mencoba menguatkan hatinya yang hancur.
Duduk mereka berdua di ruang tamu, tangan Dimas merangkul dengan penuh belas kasih pada sahabatnya yang lesu itu;
“Faiz, kenapa kamu hanya mengharapkan Nabila? Dia bukan satu-satunya kebahagiaanmu” ujar Dimas. Banyak wanita-wanita lain yang lebih cantik, lebih menawan, lebih setia dan lebih indah dibandingkan dengan perempuan yang telah membuatmu hancur! Aku punya banyak teman yang bisa kamu pilih untuk menjadi kekasihmu. Dari pada kamu terus menerus menyiksa perasaanmu sendiri hanya untuk seorang perempuan yang tidak dapat kamu miliki, temukanlah perempuan lain yang akan dapat membuat hatimu tentram dan bahagia. Biarkanlah Nabila pergi menemukan jalan hidupnya sendiri”.