Dalam Pengasingan
Kini Faiz sudah berada di rumah sahabat lamanya. Ia ingin menghabiskan sisa-sisa lukanya disana, walau sebenarnya tidak akan pernah sanggup menguras habis perasaan cintanya kepada Nabila. Di hati Faiz yang paling dalam ia masih sangat berharap mimpi buruknya beberapa bulan yang lalu dapat terhapuskan dengan kebersamaan sebagaimana yang ia harapkan. ‘Namun Nabila sudah menikah, ia milik orang lain’. Batinnya selalu saja mencoba menyadarkan. Ia begitu memahami; bahwa mencintai perempuan yang sudah milik laki-laki adalah kekeliruan besar. Ia ingin melupakannya, ia ingin menghapus semuanya. Untuk itulah ia datang kerumah sahabat lamanya.
Setelah sekian lama tidak pernah bertemu dan bertandang kerumah Dimas. Kini Dimas mencoba mandiri dengan membuka toko buku di kampungnya yang tidak terlalu jauh dari pusat kota. “Kamu tinggal disini sekarang dim?. Orang tua-mu dimana?”. Tanya Faiz.
“Iya, aku tinggal disini sekarang, belajar mandiri. Yaa usaha kecil-kecilan lah. Dimas menjelaskan sambil tersenyum”. “Kalau orang tuaku masih tinggal dirumah yang lama. Aku memutuskan untuk usaha ini sudah satu tahun yang lalu”. Dimas menegaskan.
Faiz masih berdiri di depan toko sambil menatap isi toko milik sahabatnya itu. Sementara dua karyawan penjaga toko memandangi lewat celah-celah tumpukan buku yang berjajar. Dimas telah lebih dulu berjalan memasuki toko miliknya.
“Faiz, Ayo masuk, kamu istirahat dulu. Anggap saja ini seperti rumahmu sendiri”. Suara Dimas lantang sembari melambaikan tangannya. Faiz-pun mengikuti ajakan Dimas dan berjalan dibelakangnya. Untuk beberapa saat Faiz memerlukan istirahat serta membutuhkan kesiapan hati untuk menceritakan apa yang sudah terjadi. Karena cepat ataupun lambat Dimas pasti akan menanyakan tentang permasalahan yang sedang ia hadapi.
Senja telah menjelang, lampu-lampu kota telah dinyalakan, beberapa karyawan toko tengah sibuk menutup pintu tempat mereka bekerja. Dimas dan Faiz berjalan beriringan menyusuri trotoar mencari warung lesehan untuk tempat mereka makan malam bersama.
“Faiz, beberapa bulan yang lalu kamu pernah cerita tentang Nabila. Eeeee Nabila, iya Nabila. Gimana kabarnya?”. Tanya Dimas.
Faiz menghela nafas, seolah pertanyaan itu membuat urat syarafnya terputus, melemahkan tubuhnya. Karena ia harus memutar kembali seluruh rekaman kisah cintanya yang pahit, kisah cintanya yang kini menyisakan perih di hati. Matanya menatap kedepan, wajahnya layu ia terlihat seperti sedang menguatkan hatinya;
“aku tidak pernah lagi bertemu Dim!”. Jawabanya lirih.
“kenapa kamu dulu tidak diteimaoleh orang tuanya. Bukankah kalian sama-sama mencintai?”.