Kekhawatiran Seorang Ibu
Sore selepas ashar, ayah Faiz segera mempersiapkan diri untuk membuat kerupuk ubi dagangannya. Ia menyiapkan berbagai peralatan dan perlengkapan keperluan. Istri tercintanya, yang tidak lain adalah ibu Faiz selalu setia membantu menyiapkan keperluan suaminya itu. Disela-sela membereskan semua keperluan, ibu Faiz bertanya pada suaminya;
“Bagaimana ya yah kabar anak kita? Sudah hampir dua bulan tidak ada kabar?”.
“Tenang saja bu, dia pasti baik-baik saja. Diakan sudah dewasa”. Jawabnya ringan.
“Tenang-tenang gimana ayah ini. Ibu khawatir terjadi apa-apa pada Faiz. Nomornya hand phonenya juga tidak bisa dihubungi”.
“ya sudah, sudah. Tidak usah cemas, biar nanti ayah minta tolong sama Arman untuk menghubungi Faiz. Ibu tidak usah khawatir”.
Istrinya lalu terdiam sambil menyembunyikan kekhawatirannya.
“Jagan lupa nanti mencari tahu keberadaan Faiz”. Istrinya kembali mengingatkan.
“Iya, iya”. Jawab suaminya sambil berlalu pergi menuju tempat dimana pembuatan kerupuk ubi dilakukan.
Arman adalah teman masa kecilnya Faiz, Arman juga tentu tahu keadaan yang terjadi pada Faiz. Sebelum Faiz pergi meninggalkan kampung halamannya, ia sempat berpamitan dengannya. Arman juga sempat menasehati Faiz untuk tidak meninggalkan kampung halamannya, tapi ia tidak dapat mencegahnya dan Faiz tetap pergi.
Dan ketika malam mulai menjelang, ayah Faiz mendatangi rumah Arman. ayahnya yakin bahwa Arman pasti sering berkomunikasi dengan Faiz karena ayahnya tahu bagaimana mereka berkawan. Setelah mempersilahkan masuk dan berbincang basa basi lalu ayah Faiz menyampaikan maksudnya.
“Saya mau minta tolong Man”.
“Minta tolong apa pak” tanya Arman.
“Coba kamu hubungi Faiz, saya ingin tahu kabarnya. Kamu pasti punya nomornya kan”.
“memangnya Faiz belum pulang ya. Saya sudah agak lama sii tidak berkomunikasi”.
“belum man, ibunya sangat mengkhawatirkan dia”.
“coba saya hubungi dia”
Arman mengeluarkan handphone dari saku celananya.