Sang Multitalenta : Tahun Kedua

M. Ferdiansyah
Chapter #3

Fake People

Semua murid kelas sebelas dan dua belas sudah berbaris rapih dengan seragam putih abu-abu, mengapit murid kelas sepuluh yang berada di tengah-tengah seperti tahun pertamaku. Semua murid kelas sebelas berada tepat di sebelah kanan menghadap podium sekolah. Wajah murid-murid baru begitu lugu dan kekanak-kanakan, tidak seperti tahun pertamaku semua murid berpenampilan nyentrik dan terlihat dewasa. Bahkan dari angkatanku rata-rata memiliki paras blasteran sepertiku. Benar faktanya bahwa wajah orang luar cenderung boros atau terlihat tua daripada wajah orang lokal misal seperti wajahku, Irfan, Margaret dan Andin yang memiliki paras dewasa sebelum waktunya. Berbanding terbalik, kebanyakan murid yang sekolah di sini berparas baby face namun tindakannya terlihat dewasa seperti Bimo, Rizal, Venita, Miya dan Sasha.

Aku mendengar rumor tahun ini akan ada penambahan seragam baru seperti almamater, jaket angkatan dan rompi sekolah. Aku juga mendengar kabar menarik bahwa tahun depan akan diadakan pesta prom atau pesta kelulusan sekolah untuk pertama kalinya. Tidak seperti tahun ini d bulan Mei lalu. Hari kelulusan murid kelas dua belas masih melakukan tradisi seperti biasa, yaitu mencoret-coret seragam sekolah dan menyalakan asap berwarna-warni di lapangan, selain itu mereka juga melakukan aksi coret-coret tembok sekolah menuliskan kasus-kasus tahun pertama dan membenci Pak Bonar karena ketidakadilannya dalam mengatasi masalah di sekolah. Semua guru tidak ada yang protes mengenai tindakan para murid, bahkan beberapa guru mendukung aksi tersebut secara diam-diam. Tidak ada keterlambatan kelulusan dari Pak Bonar karena apa yang mereka lakukan itu adalah fakta.

***

Kelasku berada di ujung paling kiri bagian kanan dekat kelas sepuluh. Dari belakang aku bisa melihat ada beberapa medali, piagam dan money bouquet yang mewah berisi selembaran uang lima puluh ribu dan seratus ribu rupiah yang sudah tersusun rapi di atas podium sekolah. Mata semua murid seperti menyala melihat penghargaan yang terbuat dari emas, perunggu dan perak. Di tata rapi sedemikian rupa seperti tahun lalu, hanya saja kali ini lebih berwarna-warni karena dihiasi bunga-bunga yang indah.

Upacara dimulai pukul 07. 45 menit, seperti biasa wali murid kelas sepuluh berada di belakang semua murid berbaris. Pagi hari ini begitu hangat dan penuh kegembiraan setelah kejadian tahun lalu yang begitu suram. Aku berharap kejadian tahun lalu tidak akan pernah terjadi lagi sampai tahun kelulusanku. Aksi bunuh diri yang di lakukan Robby membuat wali murid khawatir untuk memindahkan anak mereka ke sekolah lain karena adanya rasa trauma yang berlebihan. Hanya saja saat itu banyak murid yang mempertahankan kedudukan mereka bisa sekolah di sini. Sekolah terkenal akan reputasinya yang baik bisa menjamin para murid menuju perguruan tinggi di luar negeri.

Aku baris di paling belakang karena tempat biasaku berbaris harus diisi oleh Andri, begitu dengan Andin yang harus mundur satu langkah ke belakang, karena ada Erlin sehingga Andin dan aku berdiri berdekatan. Aku merenung sepanjang upacara berlangsung, aku masih tidak menyangka mengenai Sasha yang begitu kejam pada Venita, ia berani membongkar rahasia sahabatnya sendiri di depan banyak murid. Aku akan berusaha mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi antara Sasha dan Venita karena tidak biasanya mereka bertengkar hebat. Rumor yang beredar dari murid yang berada di pestaku mengatakan bahwa mereka berteman sejak di bangku Sekolah Dasar kelas dua.

***

Upacara selesai pukul 08.20 pagi, kini waktunya pengumuman mengenai murid berprestasi dan NEM tertinggi tahun ini. Seperti tahun lalu, Pak Bonar yang akan membacakan kategori-kategori tersebut. Namun, sebelum itu, ia berpesan bahwa tahun ini akan ada pemilihan OSIS yang akan diselenggarakan tiga bulan dari sekarang, untuk OSIS tahun lalu mendapat dua tahun menjabat karena Robby selaku ketua OSIS meninggal bunuh diri sehingga tidak ada pemilihan ketua OSIS baru melainkan Michelle yang harus naik jabatan menjadi ketua OSIS.

Pak Bonar sudah berdiri di atas podium dengan seragam berwarna hitamnya, perut buncitnya semakin membesar. Aku rasa itu akibat makan uang korupsi para murid beasiswa dan juga juara murid berprestsi. Aku mendengar desas-desus dari murid kelas dua belas bahwa Pak Bonar juga mengorupsi dana Bantuan Operasional Sekolah dari pemerintah dan untuk hadiah-hadiah yang diberikan juga bersumber dari ayahnya Rizal. Aku bisa melihat tahun ini hadiahnya semakin berkurang tidak seperti tahun lalu. Pantas saja ia sangat mati-matian membela Rizal daripada Miya yang menjadi korban sebenarnya karena dari uang ayahnya Rizal lah ia bisa mendapatkan banyak uang. Ia tidak bisa mengelabuiku dan Margaret ketika menang di perlombaan karena semua hadiah yang kudapat akan masuk ke rekening omaku sampai aku mempunyai kartu ATM. Tepat bulan lalu, aku membuat kartu ATM dan memindahkan semua tabungan yang ada di oma ke rekeningku dalam tiga kartu yang berbeda, masing-masing isi saldoku senilai lima puluh juta rupiah. Sebenarnya, Pak Bonar itu memang harus disingkirkan dari sekolah ini jika terus dibiarkan ia akan semakin berkuasa sebagai kepala sekolah.

Lihat selengkapnya